Pekerja Hiburan Malam Tuntut Wali Kota Cabut Perwali 33
SURABAYA, SURYAKABAR.com – Pekerja seni dan hiburan malam ngluruk Pemkot Surabaya, Senin (3/8/2020). Mereka menuntut Wali Kota Tri Rismaharini merevisi atau mencabut Perwali 33 Tahun 2020 terkait jam malam.
Para pendemo yang didominasi perempuan ini juga menyuarakan, selama lima bulan mereka tidak bekerja. Mereka membentangkan spanduk yang di antaranya bertuliskan “Jangan Siksa Kami Dengan Perwali No 33 Tahun 2020, Kami Butuh Kerja, Bu Wali, Mbiyen Aku Jek Betah Suwi-Suwi Wegah”.
Salah satu pekerja hiburan malam, Jocelin meminta agar tempat mereka bekerja segera dibuka kembali. Sebab selama lima bulan mereka tidak bekerja. “Lima bulan tak kerja. Jadi kita bayar kos juga mikir-mikir,” ujarnya.
Dia berharap Risma mendengarkan aspirasi mereka terkait revisi Perwali 33 Tahun 2020. “Karena di sini juga punya banyak keluarga, punya banyak tanggungan,” ungkapnya.
Hal yang sama dirasakan Anita. Dia menyoroti pembatasan jam malam yang diatur dalam Perwali 33 Tahun 2020. Menurut Anita, virus corona tidak hanya keluar pada malam hari saja, namun juga di siang hari.
“Kalau semua memang tidak boleh bekerja karena Covid-19 harus semuanya, jangan hanya pekerja malam saja, kasihan,” ungkap Anita.
BACA JUGA:
Dia mengaku di tempat kerjanya selama ini sudah menjalankan protokol kesehatan yang telah diatur dalam perwali. Pihaknya juga akan mematuhi aturan pemerintah jika dibuka kembali. “Ya tetap kita ikuti aturan pemerintah,” tandas Anita.
Kepala BPB dan Linmas Irvan Widyanto yang menemui perwakilan pendemo di Balai Kota Surabaya mengatakan, apa yang menjadi aspirasi para pendemo akan ditampung. Sebab, dirinya tak bisa memutuskan masalah ini.
“Semua aspirasi yang jadi tuntutan mereka kita tampung dan nanti akan kita sampaikan ke Bu Wali, ” ujar Irvan Widyanto.
Sementara itu anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya, Mahfudz mengatakan, Perwali 33 Tahun 2020 memberatkan bagi masyarakat kecil, terutama bagi pekerja malam di Surabaya. Sebab, dalam perwali tersebut salah satunya mengatur jam malam.
“Sejak Perwali 33 Tahun 2020 itu diterbitkan, semua anggota dewan tidak setuju. Karena membatasi semua usaha terutama soal pengaturan jam malam,” kata Mahfudz, Senin (3/8/2020).
Politisi muda PKB ini menjelaskan, Perwali 33 Tahun 2020 itu bagaikan sebuah hukuman yang lebih kejam dari pada malaikat maut. “Kalau usahanya dimatikan terus mau makan apa keluarga mereka,” tegasnya.
Untuk itu, dia meminta kepada Wali Kota Surabaya agar segera mencabut Perwali 33 Tahun 2020 dan dikembalikan pada Perwali 28 Tahun 2020.
“Karena dengan Perwali 28 itu sebenarnya sudah ada kelonggaran. Semua usaha bisa dibuka walaupun harus menerapkan protokol kesehatan,” jelasnya.
Mahfudz mengaku heran dengan sikap Wali Kota Surabaya yang harus menerbitkan Perwali 33. Sebab, selama ini tidak ada klaster baru Covid-19 yang muncul dari rumah hiburan umum (RHU), justru banyak yang ditimbulkan dari tempat keramaian salah satunya mal.
“Kenapa bukan mal yang ditutup, tapi kok RHU yang ditutup. Padahal selama ini mal buka terus. Ini bukan pengusaha saja yang rugi tapi juga para pekerja malam, bagaimana nanti nasibnya,” tuturnya.
Mahfudz menambahkan, anggota DPRD Surabaya sudah memberi masukan kepada Pemkot Surabaya agar jangan memaksakan menerbitkan Perwali 33 Tahun 2020 itu agar tidak menjadikan polemik di kemudian hari.
“Saya menganggap pemkot ini ceroboh dengan menerbitkan Perwali 33 ini. Karena apa? Perwali 28 tidak terbukti buruk tapi malah menerbitkan perwali baru,” pungkasnya. (be)