IDI Keluarkan Enam Rekomendasi Kasus Cacar Monyet di Indonesia
SURABAYA, SURYAKABAR.com – Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengeluarkan sejumlah rekomendasi kepada masyarakat, menyusul meningkatnya kasus cacar monyet di Indonesia.
Ketua Umum PB IDI, Adib Khumaidi mengatakan, melalui Satgas MPox pihaknya akan terus mengawal perkembangan kasus cacar monyet di Indonesia. PB IDI akan bersinergi dengan pemerintah untuk memberikan penanganan bagi pasien.
Menurut Adib, diperlukan upaya berkelanjutan dan kerja sama dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, organisasi layanan kesehatan, dan organisasi internasional agar dapat mengatasi masalah Mpox di Asia Tenggara ini secara efektif.
“Perlu juga dilakukan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap penyakit ini, peningkatan akses terhadap pengobatan yang efektif, pendanaan untuk penelitian dan upaya pengendalian, serta pembentukan respons terkoordinasi yang melibatkan partisipasi semua negara terutama di Asia Tenggara,” ujar Adib melalui keterangannya di Surabaya, Selasa (31/10/2023).
Laporan WHO menyatakan penyakit cacar monyet atau MPox ini sebagai darurat kesehatan masyarakat global pada Juli 2022.
WHO juga menyebut ada kekhawatiran masalah MPox ini agak terabaikan di Asia Tenggara karena kurangnya akses terhadap fasilitas medis yang memadai.
Sementara itu, Ketua Satgas MPox PB IDI, Hanny Nilasari mengatakan, jika kurangnya kesadaran masyarakat terhadap penyakit ini menjadi salah satu alasan utama diabaikannya cacar monyet di Asia Tenggara.
“Banyak masyarakat yang masih belum mengetahui gejala Mpox dan mungkin tidak tahu cara melindungi diri dari penyakit tersebut. Kurangnya informasi ini dapat menyebabkan keterlambatan dalam mencari pertolongan medis, yang dapat berakibat lebih parah,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Hanny, sering terjadi kesalahpahaman mengenai penyakit ini, Mpox bukanlah penyakit serius atau tidak umum terjadi.
Menurut Hanny, ini bisa mengakibatkan kurangnya kepedulian terhadap penyakit ini dan keengganan mengambil tindakan untuk melindungi diri dari infeksi.
“Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai gejala-gejala penyakit ini, dan mendidik masyarakat tentang cara melindungi diri dari infeksi, kita dapat mengurangi penyebaran penyakit dan meningkatkan hasil bagi mereka yang terinfeksi,” jelasnya.
Hanny mengingatkan, banyak penderita cacar monyet memiliki gejala ringan, yang mungkin tidak cukup parah sehingga memerlukan perhatian medis.
Hal ini dapat mengakibatkan penyakit ini terabaikan, karena orang mungkin berasumsi gejalanya tidak serius dan akan sembuh dengan sendirinya.
Namun, kata Hanny, kasus cacar monyet yang ringan sekalipun dapat menular dan menyebabkan penyebaran penyakit, serta berakibat fatal terutama pada pasien dengan imunitas rendah. Karena itu, PB IDI juga menilai perlu dikembangkan penelitian lebih lanjut untuk pengendalian cacar monyet ini.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta per 27 Okt 2023, ada 15 orang dengan kasus positif, dan 1 kasus sembuh (Agustus 2022).
Selain itu, dari 14 orang kasus positif aktif (positivity rate PCR 44 persen), di mana hampir semua bergejala ringan dan tertular secara kontak seksual. Data tersebut juga menyebutkan bahwa semua pasien tersebut adalah laki-laki usia 25-50 tahun.
Data DKI Jakarta juga menyebut ada 20 orang dengan hasil PCR negatif, dan 2 orang masih menunggu hasil PCR. Dari 13 Oktober hingga saat ini, ada 14 orang dengan kasus positif atau terduga positif yang tengah menjalani isolasi di rumah sakit.
Sementara itu, Kemenkes RI juga telah menyediakan vaksin MPox yang telah diberikan pada 251 orang dari target 495 orang.
Berikut rekomendasi lanjutan dari PB IDI soal penanganan kasus cacar monyet di Indonesia:
1. Banyak masyarakat belum terinformasi dengan baik mengenai apa itu Mpox atau cacar monyet, diperlukan penyebaran edukasi secara luas kepada masyarakat umum tentang infeksi ini, terutama cara penularan, pencegahan dan deteksi dini.
2. Lebih dari 90 persen penularan melalui kontak erat dan terutama kontak seksual. Hindari kontak fisik dengan pasien terduga Mpox, tidak menggunakan barang bersama misalnya handuk yang belum dicuci, pakaian yang belum dicuci, atau berbagi tempat tidur, alat mandi dan perlengkapan tidur seperti sprei, bantal, dan lainnya.
3. Untuk populasi risiko tinggi misalnya memiliki multipartner, dan kondisi imunokompromais (autoimun, penyakit kronis lainnya) sedapat mungkin hindari perilaku yang berisiko. Hubungan seksual harus dilakukan dengan aman menggunakan kondom serta lakukan vaksinasi.
4. Kepada masyarakat umum, terlebih bagi populasi di atas, dianjurkan untuk segera mengunjungi dokter apabila muncul gejala lesi kulit yang tidak khas dan didahului demam.
5. Pada kasus terduga Mpox, perlu dilakukan skrining/ pemeriksaan awal berupa wawancara tentang perkembangan penyakit (anamnesis), pemeriksaan lesi kulit dan organ-organ secara detail dan lengkap (PF), serta pemeriksaan swab yakni pemeriksaan lab khusus dengan mengambil cairan dari lenting/keropeng/ kelainan kulit.
6. Penyediaan obat antivirus dan vaksin didesentralisasi di Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota yang ditunjuk dengan alur permintaan sesuai yang ditetapkan Kementerian Kesehatan dan diberikan atas indikasi serta skala prioritas. (aci)