Mahasiswa ITS Rancang Aplikasi Deteksi Tanda Vital Non-Kontak Sinar Inframerah

SURABAYA, SURYAKABAR.com – Tim mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bernama We CAN menggagas sebuah aplikasi kesehatan bertajuk VisMoIR, yakni aplikasi pendeteksi tanda vital tubuh non-kontak yang memanfaatkan sinar inframerah sebagai sumber informasinya.

Ketua tim We CAN, Anadya Ghina Salsabila mengatakan, latar belakang dari inovasi ini untuk membantu mendeteksi tanda vital. Seperti detak jantung, laju pernapasan, dan suhu tubuh yang sering kali tidak bisa dilakukan secara menyeluruh akibat keterbatasan sumber daya dan waktu.

“Kami menginovasikan aplikasi pencitraan termal untuk mendeteksi vital tubuh. Aplikasi ini berupa kamera citra termal yang dapat mendeteksi radiasi inframerah dari suatu objek. Selanjutnya, radiasi tersebut diubah menjadi suhu dan divisualisasikan dalam bentuk citra termal. Kamera ini dapat mendeteksi perubahan suhu tubuh secara real time,” ujar Nadya, Kamis (17/10/2024).

Baca Juga:  Tim Nogogeni ITS Kembali Raih Juara di Ajang Kontes Mobil Hemat Energi 2024

Nadya menjelaskan, cara kerja inovasi ini memiliki beberapa tahapan, yakni akuisisi data, deteksi Region of Interest (ROI), ekstraksi sinyal, dan adaptive spatio-temporal filtering, serta deteksi tanda vital.

“Proses akuisisi data dilakukan dengan merekam video termal yang terbatas di wajah subjek selama 60 detik di ruangan bersuhu normal. Selanjutnya, data pada video tersebut akan diolah pada proses ROI,” jelas mahasiswa Departemen Teknik Biomedik ITS itu.

Nadya menyebut, terdapat dua jenis ROI yang dideteksi, yakni ROI wajah untuk mendeteksi suhu tubuh dan detak jantung, serta ROI hidung untuk mendeteksi laju pernapasan. ROI wajah dideteksi dengan cara memisahkan area wajah dari background noise yang ada pada citra termal.

Baca Juga:  Undika Stikom Surabaya Rancang Aplikasi Stunning Bantu Evaluasi Pembelajaran Siswa

“Setelahnya, dilakukan konversi suhu di setiap piksel untuk mendeteksi suhu tubuh, utamanya pada area dalam mata. Area ini dipilih karena sering dijadikan referensi untuk suhu tubuh,” ungkapnya.

Sedangkan, deteksi ROI hidung dilakukan dengan bantuan algoritma Haar Cascade. Algoritma ini bekerja dengan memfokuskan deteksi pada area hidung dengan bantuan Region of Measurement (ROM) khususnya lubang hidung.

“Setelah area ROM terdeteksi, selanjutnya dilakukan ekstraksi sinyal sesuai nilai parameter pada sistem. Dari hasil ROI hidung dan ROI wajah tersebut akan dikonversikan menjadi sinyal detak jantung yang di-plot terhadap satuan waktu,” terangnya.

Baca Juga:  Mahasiswi FK Unair Sabet Best Talent Putri Pariwisata Indonesia 2024

Menurut Nadya, untuk memaksimalkan kerja dari kamera tersebut, dikembangkan juga algoritma baru yaitu adaptive spatio-temporal filtering. Algoritma tersebut merupakan suatu metode pengolahan sinyal untuk meningkatkan kualitas gambar dan video dengan cara menghilangkan noise yang tidak diinginkan. Algoritma ini kemudian diintegrasikan dengan machine learning XGBoost dalam memproses data setiap tanda vital.

Berdasarkan hasil uji coba, Nadya memaparkan tingkat keakuratan kamera ini menunjukkan persentase angka yang tinggi.

“Yakni untuk suhu tubuh mencapai angka 99,57 persen, laju pernapasan 95,35 persen, dan detak jantung 98,71 persen dari indeks Complement of The Absolute Normalized Difference (CAND). Tingginya akurasi ini mengindikasikan potensi besar kamera termal menjadi alat skrining kesehatan yang efektif,” pungkasnya. (aci)