Berita Malang
PMI Apresiasi Produksi Film Eling-eling Peniwen, Kenang Fakta Sejarah Perjuangan Insan PMI

MALANG, SURYAKABAR.com – Palang Merah Indonesia (PMI) mengapresiasi film Eling-eling Peniwen yang diproduksi Cinecronic Film dan Departemen Sejarah Universitas Negeri Malang.

Ketua Bidang Organisasi PMI Pusat, Muhammad Muas menuturkan film tak hanya menyajikan fakta sejarah tentang aksi pembunuhan relawan Palang Merah Remaja (PMR) yang merawat TNI dan masyarakat Desa Peniwen, Kromengan, Kabupaten Malang oleh militer Belanda saat Agresi militer pada 19 Februari 1949.

Aksi tersebut dinilai sebagai kejahatan perang, sesuai konvensi Jenewa tentang Hukum Humaniter Internasional melarang menyerang masyarakat sipil dan petugas medis termasuk lawan palang merah. Namun, juga menyajikan prinsip dasar gerakan palang merah, meliputi kemanusiaan, kesukarelaan dan persatuan. Ketiga prinsip palang merah, katanya, tercermin dalam fim ini.

“PMI Kabupaten Malang perlu peningkatan bekerja sama yang lebih luas dengan Universitas Negeri Malang,” ujar Muas usai menonton film Eling-eling Peniwen dalam tasyakuran ulang tahun PMI ke 79 di markas PMI Kabupaten Malang, Sabtu (5/10/2024).

Baca Juga:  Pemkot Malang Latih Konten Kreator Kuasai Konsep Bisnis Digital

Sejarah, katanya, merupakan rekam jejak yang harus dirawat. Sehingga, film dinilai turut merawat ingatan sejarah PMI. Muas juga menyampaikan telah menerbitkan buku sejarah PMI bersama Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara.

Buku tersebut menjadi rujukan untuk menyusun Undang-Undang Nomor 1 tahun 2018 tentang Kepalangmerahan dan Peraturan Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Kepalangmerahan.

Ketua PMI Kabupaten Malang Jajuk Rendra Kresna menyampaikan untuk memutar film dokumenter Eling-eling Peniwen di markas PMI dan unit transfusi darah tujuannya untuk merawat ingatan generasi muda atas sejarah perjuangan dan relawan PMI.

“Dokumentasi merupakan upaya melestarikan budaya dan sejarah. Tanpa dokumentasi, sejarah bisa dilupakan. Meski juga menyimpan pengalaman traumatik yang dialami para korban,” kata Jajuk.

Baca Juga:  PMI Banyuwangi Bedah Rumah Warga dengan Metode Rumah Tahan Gempa

Ia juga menyampaikan jika tak hanya monumen Peniwen Affair untuk memperingati jasa relawan PMR yang berkoban, tapi juga diperlukan museum Peniwen. Berisi memoar dan artefak sejarah yang bisa merawat ingatan kekejaman penjajah dan pengorbanan para pejuang.

“PMI Pusat mohon menghubungkan dengan lembaga donor untuk mewujudkan museum untuk merawat ingatan relawan PMR yang gugur,” ujarnya.

Produser film Eling-eling Peniwen yang juga dosen Departemen Sejarah Universitas Negeri Malang, Arif Subekti bersyukur film disambut hangat khalayak. Termasuk apresiasi dari relawan PMI Kabupaten Malang. Penelitian sejarah di Peniwen, katanya, dipimpin Rektor Universitas Negeri Malang Profesor Hariyono selama 6-8 bulan.

“Film dokumenter Eling-eling Peniwen ini salah satu luaran penelitiannya,” kata Arif.

Film menggunakan sudut pandang ingatan para korban, warga Desa Peniwen. Sekaligus menyambut kerja sama untuk penelitian pengembangan museum dan desa wisata bertema sejarah monumen Peniwen Affair.

“Departemen Sejarah UM menyambut kerja sama untuk mengembangkan penelitian sejarah Peniwen lebih luas,” kata Arif.

Film Ngeling-eling Peniwen mengisahkan 12 relawan Palang Merah Remaja yang menjadi korban pembantaian tentara Koninklijke Nederlands Indische Leger (KNIL), saat Agresi Militer pada 19 Februari 1949. Puluhan KNIL mendatangi sebuah klinik rawat jalan dan bersalin Panti Oesodo. Sejumlah perawat dan PMR merawat pasien di klinik tersebut.

Baca Juga:  KAI Commuter Catat Jumlah Penumpang Capai 10,7 Juta Orang Sejak Januari 2024

Tentara KNIL mengobrak-abrik klinik dan obat obatan dan pejuang. Mereka dipaksa keluar dari klinik, ditendang, dan dibentak. Dengan tangan terikat, satu per satu mereka ditembak di halaman klinik.

KNIL kembali datang dan menyerang gereja yang berisi manula, anak-anak dan perempuan yang sedang menjalankan kebaktian. Mereka membunuh warga dan memerkosa tiga perempuan.

KNIL melakukan operasi di Peniwen lantaran Desa Peniwen menjadi basis pertahanan pejuang. Selanjutnya, Sinode gereja memprotes aksi kekerasan yang dilakukan militer Belanda kepada Dewan Gereja Dunia (World Church Council). Hingga diturunkan tim pencari fakta menelisik tragedi berdarah tersebut.

Tragedi berdarah tersebut diabadikan dalam relief monumen Peniwen Affair yang dibangun 11 Agustus 1983. Salah satu dari tiga monumen palang merah di dunia. Film berdurasi 40 menit ini diputar pertama kali dalam the 13th conference of the European Association for Southeast Asian Studies (EuroSEAS) 25 Juli 2024. (abs)