FORDEK AIPKI Soroti Retaker dan Pemerataan Distribusi Dokter

SURABAYA, SURYAKABAR.com – Retaker atau mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) yang sudah lulus dalam Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD) serta pemerataan distribusi dokter di Indonesia menjadi agenda utama pada Forum Dekan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (FORDEK AIPKI) 2024 di Surabaya.

Ketua AIPKI, Prof Dr dr Budi Santoso SpOG (K), mengatakan transformasi kesehatan tidak hanya melibatkan aspek pelayanan medis, namun juga menuntut adanya inovasi dan peningkatan dalam pendidikan dokter.

Menurut Prof Budi, peningkatan kualitas tidak dapat dilakukan secara instan. Saat ini, AIPKI telah mendiskusikan sekaligus menyelenggarakan berbagai program penguatan institusi.

Salah satu yang menjadi tantangan selama ini, yakni retaker atau mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) yang sudah lulus dalam Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD).

“Pada pertemuan FORDEK AIPKI kali ini menetapkan Uji Panel sebagai solusi baru untuk mempermudah para retakter membuktikan penguasaan kompetensi minimal,” ujar Prof Budi usai penutupan FORDEK AIPKI 2024 di Surabaya, Sabtu (17/2/2024).

Baca Juga:  98 Fakultas Kedokteran se-Indonesia Ikuti FORDEK AIPKI 2024 di Unusa

Prof Budi mengakui perlu penegasan pada batas tertentu untuk retaker mahasiswa sebagai tanggung jawab institusi terhadap mahasiswanya. Uji Panel diharapkan dapat menemukan kemampuan clinical reasoning minimal yang diperlukan bagi seorang dokter.

“Selama ini, masih banyak mahasiswa kedokteran yang belum mampu memenuhi kompetensi di tahap akhir, bahkan ada yang sampai 33 kali belum lulus retaker. Melihat permasalahan itu, kami menetapkan adanya Uji Panel untuk mempermudah mendapat standar kompetensi minimal, hal itu juga berpengaruh terhadap kualitas dokter di Indonesia,” ungkapnya.

Selain menjalankan Uji Panel, lanjut Prof Budi, AIPKI akan melakukan audiensi dengan Kementerian Kesehatan agar ada batasan bagi mahasiswa profesi kedokteran. Hal itu agar tidak membebani institusi dan mempermudah mahasiswa retaker untuk lulus. “Saat ini, retaker dibatasi hingga 10 kali, namun ke depan akan diperpendek menjadi 5 kali batasan,” katanya.

Prof Budi menjelaskan, Uji Panel yang nantinya akan dilakukan merupakan uji studi kasus penyakit untuk menilai bukan hanya pemahaman akademik, namun kemampuan praktik penyelesaian. Hal ini juga untuk menilai passion mahasiswa sebagai seorang dokter nantinya.

“Melihat hal itu, diperlukan juga adanya seleksi ketat awal pendaftaran kedokteran di beberapa institusi, tidak hanya pemahaman akademisi tetapi juga kesiapan mental untuk menjadi seorang dokter,” tegasnya.

Baca Juga:  UM Surabaya Kukuhkan Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi Manajemen Keuangan
Baca Juga:  Tinjau Dua Pasar Surabaya dan Sidoarjo, Pj Gubernur Adhy Karyono Pastikan Stok dan Harga Pangan di Jatim Terkendali

FORDEK AIPKI juga membahas mengenai pemerataan distribusi dokter di Indonesia yang belum maksimal. Menurut Prof Budi, meningkatnya jumlah lulusan kedokteran tiap tahunnya, diperlukan upaya pemerataan untuk memperluas jangkauan pelayanan kesehatan. Terutama di daerah terpencil, namun juga perlu disertai dengan kebijakan pemerintahan pusat.

“Distribusi pemerataan juga menjadi concern kami saat ini. Hal ini sering menjadi kendala dan terindikasi di daerah-daerah terpencil. Kami juga perlu dukungan pemerintah dalam mengatur pendistribusian ini,” jelasnya.

Di sisi lain, berkaitan dengan pendirian FK baru, Prof Budi menyarankan sebaiknya dilakukan di luar pulau Jawa, Sumatera, dan Bali. Sehingga, keberadaan FK akan lebih merata dan memenuhi rekomendasi.

“Jika pendistribusian hanya berkutat di kota-kota besar, maka berapapun jumlah dokter tidak akan menyelesaikan permasalahan pelayanan kesehatan di Indonesia,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Dekan FK Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) sekaligus Bendahara AIPKI, Dr dr Handayani MKes, mengatakan selain pendistribusian yang merata, diperlukan pula dokter yang berkualitas dan berkompeten untuk bisa melayani masyarakat.

“Sebagai institusi pendidikan kedokteran, kami mensyaratkan kualitas tidak hanya sekadar kuantitas. Pada 2024 ini telah ada 15 Fakultas Kedokteran baru, namun peningkatan FK baru setiap tahunnya juga tetap harus menjaga mutu pendidikan, hal ini berpengaruh pada bagaimana masyarakat dilayani seorang dokter dengan kualitas yang terbaik,” pungkasnya. (aci)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *