Nurul Huda Pelestari Batik Tulis Khas Sidoarjo Bersaing dengan Batik Cap

SIDOARJO, SURYAKABAR.com – Corak pada kain batik suatu daerah tidak hanya sekadar motif dengan fungsi dekoratif, namun mempunyai filosofi mendalam.

Corak kain batik menyimpan sejarah sekaligus pesan yang kuat yang seringkali menyiratkan sejarah perkembangan sebuah kota. Begitu pula batik khas Sidoarjo.

“Batik Sidoarjo kental dengan tiga corak di antaranya beras wutah, kembang tebu dan udang bandeng,” terang perajin batik tulis Sidoarjo Nurul Huda, Kamis (19/10/2023) sore.

Pemilik batik tulis Al Huda asal Kampung Batik Jetis ini menambahkan, sejarah batik tulis di Sidoarjo bebarengan dengan berdirinya Masjid Al Abror pada 1670 an di Kampung Kauman yang berdekatan dengan Kampung Jetis.

Baca Juga:  Kenalkan Batik Sidoarjo pada Tamu, Hotel Aston Sidoarjo Gandeng SMKN 1 Jabon

Corak beras wutah menggambarkan pada masa lalu Sidoarjo merupakan produsen beras yang unggul. Tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan dalam kota, tapi juga dikirim ke luar kota dan pulau.

“Hal itu bisa ditelusuri dengan adanya situs kuno beberapa penggilingan padi salah satunya di Jalan KH Mukmin,” terangnya.

Begitu juga corak kembang tebu. Di Sidoarjo, hingga kini ada lima pabrik gula yang masih kokoh berdiri meskipun tidak semuanya berproduksi.

Sedangkan corak udang bandeng menggambarkan, Sidoarjo adalah kota dengan hasil perikanan yang melimpah. Tambak-tambak tersebar di Sidoarjo Timur.

Baca Juga:  Ribuan Pelajar Surabaya Bersiap Ikuti Kemenkeu Mengajar 8

“Hampir semua produk batik saya terdapat satu dari tiga corak tersebut,” ujar pengrajin batik tulis yang juga dosen pertanian ini.

Huda menambahkan, salah satu ciri khas lain yang kuat adalah corak kembang bayam dengan latar belakang cerita Sidoarjo penghasil sayur mayur.

Namun menurut Huda, saat ini perajin batik tulis Sidoarjo menghadapi tantangan yang luar biasa karena bersaing dengan batik cap. “Batik cap tentu saja memiliki harga yang lebih murah sehingga lebih terjangkau, ini yang menjadi tantangan kita,” ucapnya.

Baca Juga:  Menperin Kunjungi Sentra Kerajinan Bambu Gintangan Banyuwangi, Ekspor ke Amerika, Dubai, Australia hingga Maldives

Ia menambahkan, batik cap bisa didapat di bawah Rp 100 ribu, sedangkan batik tulis sekitar Rp 200 ribu hingga jutaan per lembar tergantung kain yang digunakan. Ia lantas menjelaskan perbedaan keduanya.

“Kalau batik cap pasti rapi, karena menggunakan bantuaan alat sedangkan batik tulis tidak karena dilukis menggunakan tangan sehingga setiap batik mempunyai perbedaan meskipun sepintas terlihat sama,” imbuh Huda.

Anjar, warga Perumahan Sidokare Asri mengatakan, dirinya bangga saat memakai batik tulis Sidoarjo. “Nyaman dan hanya satu. Motif udang bandeng hanya ada pada batik Sidoarjo,” kata pria yang berprofesi sebagai notaris ini.

Ia mengaku punya belasan baju batik tulis Sidoarjo. “Tidak hanya saya pakai hari Jumat saja, namun hari lain juga saat saya bertemu klien,” imbuhnya. (sat)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *