Pakar Media Agus Sudibyo Ungkap Tantangan Jurnalisme di Era Digital
MALANG, SURYAKABAR.com – Pakar media dan komunikasi Dr Agus Sudibyo berbagi wawasan kepada mahasiswa FISIP Universitas Brawijaya (UB) dalam kegiatan kuliah tamu, Selasa (22/11/2022).
Dewan Penasehat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat tersebut berpendapat, kegiatan jurnalistik saat ini tidak dilakukan lembaga terverifikasi pers. Masyarakat umum juga bisa menjadi jurnalis, yang disebut dengan Citizen Journalism.
Setiap orang bisa menjadi wartawan, namun saat mengaku sebagai wartawan maka harus patuh pada kode etik jurnalistik.
“Barangsiapa yang mengaku jurnalis, harus memahami kode etik jurnalistik. Kalau ada aktivis media sosial, jika itu ruang publik maka yang dishare di situ harus relevan dengan kepentingan publik. Jangan pamer hanya untuk diri sendiri saja,” terang Agus Sudibyo.
BACA JUGA:
Agus mengatakan, wartawan baik yang bekerja di media maupun yang sebagai citizen journalist harus memikirkan dampak dari tulisan yang dibuat. Pasalnya, kebebasan pers tidak berdiri sendiri melainkan berhubungan dengan faktor lain.
Menurutnya kebebasan pers itu berdampingan kepentingan publik yang lain. Mulai dari kesejahteraan rakyat, perlindungan perempuan dan anak-anak atau kemanusiaan, kemakmuran bersama, kedaulatan nasional dan seterusnya.
“Pers tidak perlu menutup-nutupi fakta, namun mempertimbangkan dampak pemberitaan,” ujar Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga & Luar Negeri Dewan Pers Periode 2019 – 2022.
Agus Sudibyo mewanti-wanti siapapun yang hendak membuat konten jurnalistik, baik itu wartawan, konten kreator, Youtuber, citizen journalist haruslah bertanggung jawab pada masyarakat. “Tanggung jawab dari apa yang ditulis dan dampaknya pada masyarakat,” tegasnya.
Agus juga menyebut peran media saat kontestasi politik. Peran media sangat penting sebagai clearing house information.
“Menjernihkan informasi, wacana, isu-isu yang berkembang di media sosial terkait polarisasi yang berkembang antar kelompok dan kepentingan politik,” kata Agus.
Pemilu 2024 adalah pemilu yang rawan, karena arus komputasional di media sosial akan semakin deras. Tingkat kebingungan masyarakat terkait informasi yang benar dan salah itu akan meningkat.
Disitulah media harus berperan sebagai penjernih informasi. Karena media sosial saat ini dengan mudah menolak informasi yang tidak sesuai dengan yang diyakini seseorang.
“Artinya kita tidak boleh terjebak pada fanatisme. Media massa dalam hal ini berfungsi sebagai pembersih jangan sampai ikut-ikutan seperti media sosial,” tukasnya.
Pada akhir kesempatan, Agus berharap pada generasi milenial, khususnya mahasiswa Fisip UB agar memilih pemimpin dengan pertimbangan yang rasional.
“Kelemahan sosok yang akan kita jadikan pilihan penting untuk diketahui. Dalam konteks memilih pemimpin Frans Magnis Suseno pernah berkata, memilih pemimpin yang baik dengan mencari kelemahannya paling sedikit dari yang lain,” pungkasnya. (abs)