Seniman Kontemporer asal Sidoarjo Tinggal di Australia Eksis di Dunia Seni Internasional

SIDOARJO, SURYAKABAR.com – Kota Delta Sidoarjo mempunyai visual dan performing artist level dunia, ia adalah Jumaadi, warga Dusun Pecantingan, Kelurahan Sekardangan, Kecamatan Sidoarjo. Pria 48 tahun ini berkarya sejak 1995 dan selama ini tinggal di Australia.

Kali ini, dia berkesempatan pulang kampung dan tinggal beberapa waktu di Rumah Seni Pecantingan yang ia bangun sekitar 2.000. Di kompleks rumah seni bergaya Jawa Klasik ini, ia berkontemplasi untuk menghasilkan karya-karyanya.

Ia menceritakan, sejak duduk di bangku SMP hingga SMA, ia sangat cinta dengan puisi. Hingga saat umur 24 tahun ia lalu jatuh cinta pada foto jurnalisme.

“Saat itu di Australia saya melihat pameran foto, ternyata foto itu foto seni untuk mengekspresikan jiwa seni sang fotografer,” tuturnya, Rabu (3/8/2022).

Tidak lama menekuni dunia fotografi, Jumaadi lalu beralih menekuni seni lukis abstrak di National Art School di Sydney Australia.

BACA JUGA:

seniman1

Nah, pada 2.000 ia pulang kampung untuk belajar seni wayang tradisi dari beberapa dalang, bagaimana wayang itu dibuat sampai dipentaskan.

Ia juga sempat tinggal di Bali untuk belajar seni tradisi klasik di sana. Pada 2011, ia menggelar pameran tunggal di Jakarta. Bukan hanya karya lukisan yang ia pamerkan, namun juga seni logam, perunggu, alumunium. Ia kemudian mengelar pameran di Biennale Moskow dan bekerja di sana beberapa waktu.

Saat ini, karya-karya Jumaadi telah dikoleksi secara internasional di Halsey Institute South Carolina USA, Macquarie Bank, National Art School Sydney, National Galerry of Australia dan Museum of Contemporary Art di Sydney.

seniman2

Jumaadi saat ini mengembangkan teknik tatah wayang tradisional yang bisa difungsikan sebagai seni dekorasi maupun seni pertunjukan. Tidak seperti seniman yang lain, Jumaadi sangat disiplin berkarya untuk menghasilkan seni. “Setiap pagi mulai pukul tujuh pagi, saya selalu mulai bekerja,” jelasnya.

Baginya, nasib ditentukan kaki yang terus melangkah, tubuh yang terus berpindah, migrasi, adaptasi dan kenyataan diaspora yang dirasakan banyak mausia yang tercerabut dari tanah leluhurnya. Tempat berpijak hanya sementara, sebagaimana rites of passage kehidupan manusia, di mana kelahiran dan kematian, penciptaan dan penghancuran, pertemuan dan perpisahan, kemujuran dan kesialan, komedi dan tragedi, selalu berjalan beriringan. “Seperti dua sisi mata uang yang tak terpisahkan,” imbuhnya. (sat)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *