Pilkada Surabaya
KPU Surabaya Usul Tambahan Anggaran, Baktiono Usulkan Pencoblosan Lewat Online

SURABAYA, SURYAKABAR.com – Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Surabaya, Baktiono menilai keinginan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya mengusulkan penambahan anggaran pada Pilkada Surabaya, 9 Desember 2020, tidak relevan.

Kenapa demikian? Menurut politisi senior PDI-P ini karena usulan tambahan anggaran ini dilakukan saat pandemi Covid-19 yang notabene anggaran tersebut seluruhnya sudah diperuntukkan bagi masyarakat terdampak.

Bahkan, seluruh anggaran organisasi perangkat daerah (OPD) Pemkot Surabaya ikut dipangkas untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan Covid-19.

“Di antaranya memberikan bantuan berupa sembako, biaya sosial, biaya perawatan, alat pelindung diri (APD) sampai ke rumah sakit dan klinik, bahkan untuk masyarakat yang terdampak seperti di PHK dan yang tidak kerja, itu biayanya tidak sedikit,” ungkap Baktiono.

Baktiono menjelaskan, keinginan KPU tersebut bisa dilakukan jika keadaan negara dalam kondisi normal. Jika dalam keadaan stabil anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) bisa mencapai Rp 10 triliun lebih.

“Kalau negara dalam keadaan normal tidak masalah (tambah anggaran), tapi sekarang rata-rata, baik pendapatan APBN dan termasuk APBD kita, dari rencana anggaran 100 persen itu hanya masuk atau mendapatkan 25 persen saja per bulan,” jelasnya.

Untuk menyiasati minimnya anggaran pilkada tahun ini, Baktiono yang juga menjabat Ketua Komisi C DPRD Surabaya itu mengusulkan lebih baik Pilkada Surabaya dilakukan dengan metode online. Ini selain dapat meminimalisasi anggaran, juga mengurangi masyarakat yang golput.

BACA JUGA:

Baktiono menandaskan, KPU nanti tidak perlu mengkhawatirkan soal data pemilih. Sebab, Pemkot Surabaya sudah melakukan pendataan melalui sistem online sejak 2003, saat Surabaya pertama kali melakukan Elektronik KTP (e-KTP), bahkan di data tersebut ada sidik jari dan foto yang tersimpan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) untuk mencegah data ganda.

“Dan juga sudah pernah dilakukan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) lima belas tahun lalu. Artinya, Surabaya sudah bisa melakukan sistem online. Dan jika itu bisa dilakukan maka Surabaya bisa menjadi percontohan di Indonesia,” tegas Baktiono.

Bagaimana dengan pemilih lansia atau difabel, Baktiono menjelaskan, bisa meminta pertolongan pihak keluarga atau pun petugas KPU untuk memilih.

“Nanti kalau pilkada dilakukan secara online, maka selain praktis, juga bisa dilakukan di rumah melalui smartphone. Tetapi pemerintah juga nanti akan menyediakan alat jika ada yang tidak mempunyai handphone, satu RW cukup disediakan satu alat. Jadi ini bisa meminimalisasi anggaran,” tegasnya.

Lebih jauh, Baktiono memuturkan, untuk membuat kebijakan ini bisa dilakukan dengan cara survei terhadap warga atau diskusi dengan para ahli kesehatan, ahli sosial, bahkan juga ahli pandemi Covid-19.

“Kita bisa langsung menanyakan ke warga kira-kira mau melakukan pencoblosan datang langsung ke TPS dengan berkerumun atau melakukan pencoblosan secara online,” katanya.

Politisi yang sudah lima periode menjabat di DPRD Surabaya ini menambahkan, bahkan untuk anggaran yang seharusnya dilakukan untuk pembangunan fisik berupa jembatan, paving dan yang lainnya di setiap kelurahan ikut terpangkas.

“Termasuk pembangunan stadion Gelora Bung Tomo (GBT) menjelang persiapan Piala Dunia U-21. Seharusnya KPU juga turut memikirkan dampak sosial yang ditimbulkan Covid-19. Bagaimana caranya meminimalisasi biaya dengan catatan Pilkada Surabaya dilakukan secara online,” pungkasnya.

Sementara Komisioner KPU Surabaya Divisi Pengawasan dan Hukum, Soeprayitno ketika dikonfirmasi soal permintaan anggaran oleh KPU Surabaya enggan memberikan komentar. “Kalau soal ini (tambahan anggaran) langsung saja ke ketua (Ketua KPU Surabaya Nur Syamsi),” elak dia.

Sebelumnya Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman mengatakan, pihaknya tidak siap kalau menerapkan pemungutan suara secara elektronik atau e-voting dalam penyelenggaraan pilkada 2020.

“Untuk pemilihan yang sekarang, kami belum mempersiapkan. Kalau dipaksakan harus disiapkan, untuk saat ini tidak siap. Jadi saya enggak mau berandai-andai,” kata Arief Budiman dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis (11/6/2020).

Menurut dia, menyiapkan sebuah sistem baru tidak bisa dipaksakan secara cepat, banyak yang harus dilakukan untuk merealisasikannya.

Dia mengatakan, sistem berbasis dalam elektronik bisa diterapkan pada pilkada kali ini adalah rekapitulasi hasil pemungutan suara elektronik.

Rekapitulasi tersebut juga tidak langsung diterapkan di seluruh daerah pemilihan, melainkan beberapa daerah yang dinyatakan sudah siap. Tujuan penerapan rekapitulasi elektronik itu sesungguhnya adalah untuk Pemilu 2024.

Kemudian, untuk merealisasikan rekapitulasi elektronik KPU harus melakukan banyak tahapan dari persiapan, pengujian, perbaikan dan penyempurnaan lainnya sejak awal 2020 ini, tidak bisa langsung atau disediakan secara singkat.

“Kami sudah melakukan beberapa kali simulasi, bahkan rencananya simulasi dilanjutkan pada April, namun karena Covid-19 simulasi menjadi tertunda,” ujarnya.

Demikian juga untuk pemungutan suara elektronik, metode ini tentunya juga harus melewati banyak tahapan penting agar benar-benar bisa diterapkan. (be)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *