Ini Kisah Mantan Guru Privat Bahasa Inggris di Sidoarjo Sukses Jalankan Bisnis Kripik Tempe
SIDOARJO, SURYAKABAR.com – Sejak masih SMA, 18 tahun lalu, Titin Nur Faizah warga Kelurahan Celep, Kecamatan Kota, Sidoarjo sudah berprofesi sebagai guru privat Bahasa Inggris.
Tidak jarang lantaran sejumlah orang tua murid merasa cocok dengan gaya mengajarnya, membuat dia menjadi langganan sejumlah keluarga dari muridnya itu. Puluhan murid silih berganti mengisi hari-harinya menjadi siswa les privat Bahasa Inggris. Dalam seminggu, bisa dua kali pertemuan mengajar privat.
Tak ayal, sejak mendedikasikan diri sebagai guru privat, ibu dua orang anak itu dikenal masyarakat dengan sebutan Miz Titin.
Berawal dengan sebutan tentang dirinya itu, menjadi modal awal dia berbisnis makanan ringan kripik tempe yang ditekuninya sejak 2015.
Nama kripik tempe hasil olahannya itu dinamai Kripik Tempe Miz Titin, sebagai ungkapan rasa kangen dia kepada murid-muridnya. Sebab, sejak 2018, dia memilih fokus menjalani sebagai pengusaha kripik tempe, dan meninggalkan profesinya sebagai guru privat Bahasa Inggris.
Miz Titin, sapaan akrab Titin Nur Faizah itu mengatakan, modal membuat kripik tempe Rp300 ribu. Sehari memproduksi 50 kemasan kripik tempe, yang dititipkan ke warung-warung di sekitar rumahnya.
“Dulu jualnya masih rentengan, dititipkan ke warung dengan sistim konsinyasi. Waktu itu ada lima warung yang awalnya menjadi langganan, sampai akhirnya meluas hampir ke seluruh wilayah Sidoarjo, sampai ke wilayah Krian juga. Alhamdulillah sekarang lebih berkembang lagi,” kata Miz Titin saat ditemui suryakabar.com di rumahnya, Rabu (18/3/2020).
BACA JUGA:
Saat ini, kata dia, kemasan produk Kripik Tempe Miz Titin sudah tidak lagi rentengan, tapi dikemas dalam tiga jenis ukuran, 230 gram, 460 gram, dan 1 kilogram. Bahkan sering juga menerima orderan secara partai. Cara pemasarannya saat ini berbeda dibanding saat awal dia memulai berbisnis kripik tempe.
“Saat ini lebih sering melayani orderan ketimbang dijual eceran atau rentengan. Ada juga yang masih minta dikirimi rentengan, dan itu pun tinggal dua tempat. Langganan lama banyak yang terputus, karena keterbatasan waktu. Kami produksinya masih manual. Setiap hari tetap kami sediakan minimal lima kilo gram, kadang sampai 10 kilogram. Pelanggan biasanya datang sendiri, langsung memesan dibanding beli secara online,” terangnya.
Kebetulan, imbuh Titin, terkait usahanya itu banyak pihak yang mendukung baik dari keluarga yakni suami, maupun dari para murid-muridnya dulu. Bahkan, suaminya rela berhenti kerja demi membantu proses produksi kripik tempe yang saat ini sudah dikenal masyarakat luas.
“Kami sangat bersyukur, usaha ini bisa tetap menyambungkan saya dengan murid-murid saya dulu yang saat ini mereka ada yang tinggal di luar negeri seperti, di sejumlah daerah Asia dan Eropa. Kalau pulang ke sini, biasanya mereka mampir, order untuk oleh-oleh di sana. Langganan di luar Sidoarjo juga ada, dan dari Kalimantan dan Papua pun juga ada,” kenangnya. (sty)