Berita Surabaya
Ratusan Kader Kesehatan Ikuti Pelatihan Deteksi Gangguan Bipolar pada Remaja

SURABAYA, SURYAKABAR.com – Sebanyak 125 kader dan tenaga pengelola kesehatan jiwa yang berasal dari perwakilan puskesmas di Kota Surabaya, mengikuti pelatihan pencegahan gangguan bipolar pada remaja.

Pelatihan ini digelar Seksi Bipolar dan Gangguan Mood Lainnya PDSKJI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia), PDSKJI Cabang Surabaya bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota Surabaya.

Mengusung tema “Mencegah dan Mengatasi Gangguan Bipolar pada Remaja”, pelatihan yang diikuti dokter, psikolog, perawat serta kader kesehatan ini, digelar di Gedung Graha Arya Satya Husada Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Selasa (18/3/2025).

Ketua Seksi Bipolar dr Agustina Konginan SpKJ Subsp KL (K) mengatakan, pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan tenaga kesehatan dalam mendeteksi gangguan bipolar, baik pada kelompok remaja maupun dewasa yang rentan terhadap masalah kesehatan mental.

Baca Juga:  2.407 Calon Mahasiswa Baru Diterima di Unair Lewat Jalur SNBP 2025

“Pelatihan ini menghadirkan narasumber ahli di bidang psikiatri untuk memberikan wawasan mendalam mengenai deteksi dini dan tata laksana gangguan bipolar di layanan primer,” ujar dr Agustina.

dr Agustina menjelaskan, dua pemateri utama yang berbagi pengetahuan, yakni Dr dr Yunias Setiawati SpKJ SubsAR (K) FISCM yang menyoroti pentingnya Deteksi Dini dan Tata Laksana Gangguan Bipolar pada Remaja. Serta, Prof Dr dr Margarita M Maramis SpKJ SubspBP (K) FISCM menyampaikan materi terkait Penggunaan Instrumen Deteksi Dini Gangguan Bipolar di Layanan Primer.

Pelatihan ini juga mencakup sesi interaktif, seperti diskusi kelompok (FGD) dan simulasi praktik penggunaan instrumen deteksi dini gangguan bipolar.

Baca Juga:  Masinis dan Asisten Masinis Wajib Jalani dan Lulus Pemeriksaan Kesehatan sebelum Bertugas di Mudik Lebaran 2025

Sebanyak lima Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa dan tujuh peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) bertugas sebagai fasilitator untuk memandu sesi interaktif.

“Peserta juga berkesempatan mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka sebelum memasuki sesi diskusi panel dan role play bersama para pembicara,“ jelasnya.

dr Agustina menyebut, gangguan afektif bipolar merupakan gangguan mental yang menyebabkan perubahan suasana hati dan perilaku yang ekstrem. Gangguan ini tidak hanya memengaruhi orang dewasa, namun juga dapat muncul pada remaja.

“Remaja dengan gangguan bipolar sering mengalami fluktuasi suasana hati yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berdampak pada perkembangan emosional, sosial, dan akademis mereka,“ ungkapnya.

Baca Juga:  Pemkab Lumajang Gencar Lakukan Pengawasan Bahan Pangan Asal Hewan, Pastikan Kualitas Daging Tetap Terjaga Jelang Lebaran 2025

Di Indonesia, masalah kesehatan mental pada remaja menjadi perhatian serius, dengan perkiraan jumlah penderita mencapai 3,24 juta orang pada 2024.

Berdasarkan survei Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), sekitar 15,5 juta remaja (34,9 persen) mengalami masalah kesehatan mental.

Sedangkan, 2,45 juta remaja (5,5 persen) didiagnosis mengalami gangguan mental dalam 12 bulan terakhir, termasuk gangguan afektif bipolar.

Dalam penanganannya, keluarga memegang peran yang sangat penting dengan memberikan dukungan emosional, mendorong kepatuhan terhadap pengobatan, serta menawarkan bantuan selama perubahan suasana hati terjadi.

“Selain itu, keterlibatan keluarga dalam sesi psikoterapi juga berperan krusial agar mereka dapat memahami kondisi remaja dan memberikan bantuan yang sesuai. Dengan adanya pemahaman dan peran aktif dari keluarga, diharapkan remaja yang mengalami gangguan bipolar dapat menjalani kehidupan yang lebih stabil dan berkualitas,” pungkasnya. (aci)