Berita Surabaya
Awan Cumulonimbus hingga Fenomena Gelombang Kelvin dan Rossby jadi Penyebab Cuaca Ekstrem di Surabaya

SURABAYA, SURYAKABAR.com – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bergerak cepat mengatasi banjir yang terjadi di sejumlah titik Kota Pahlawan sejak, Selasa (24/12/2024) sore hingga Rabu (25/12/2024). Bahkan, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, sejak Selasa sore hingga Rabu turun ke sejumlah titik banjir, untuk memastikan air cepat surut.

Banjir yang terjadi tersebut, tidak lepas dari pengaruh faktor cuaca ekstrem. Di antaranya, mulai dari terbentuknya awan cumulonimbus (CB) hingga fenomena gelombang kelvin dan rossby di atmosfer.

“Nah, ini memang akan menambah massa uap air yang berada di atmosfer di Jawa Timur, khususnya Surabaya. Kemudian ada juga pengaruh konvergensi di laut Jawa, nah daerah konvergensi ini bisa menambah intensitas pembentukan awan hujan secara signifikan,” kata Ady.

Dampak adanya faktor-faktor tadi, dapat menambah intensitas pembentukan awan CB, sehingga curah hujan semakin tinggi dan terjadi cuaca ekstrem di Surabaya. Adanya faktor itu, secara otomatis intensitas curah hujan akan semakin tinggi.

Selain pembentukan awan CB, kondisi pasang air laut juga menjadi salah satu faktor terjadinya banjir di Surabaya. Kondisi pasang air laut ini justru akan memperparah kejadian banjir, karena air tidak bisa mengalir bebas hingga ke laut.

“Jadi dia (air laut) terhambat, jadi tidak ada aliran ke laut, sehingga mengapa banyak laporan dari masyarakat terjadinya banjir, karena berbarengan dengan adanya pasang air laut, apalagi pada 28-29 ini pasang laut mencapai nilai maksimumnya antara 130-140 cm dari permukaan air laut,” paparnya.

Selain itu, Ady menerangkan, banjir di Surabaya juga disebabkan cuaca ekstrem disertai curah hujan tinggi di sejumlah wilayah daerah lain.

“Di mana sungai itu bermula, kan saat ini banyak (daerah) yang terjadi hujan, jadi ibaratnya ada ketambahan debit air dari sana, karena semua air mengalir ke lautan. Itu lah kenapa, meskipun curah hujannya tidak sampai 50 milimeter tapi kok banyak banjir di mana-mana salah satu sebabnya itu,” terangnya.

Baca Juga:  Bea Cukai Juanda Gagalkan Penyelundupan Aneka Satwa Hidup Dilindungi ke Hongkong

Sebelumnya, BMKG Juanda juga sempat melakukan operasi modifikasi cuaca (TMC) di sejumlah wilayah di Jawa Timur (Jatim). Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi adanya fenomena hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor di Jatim.

Ia menambahkan, TMC ini telah dilakukan sejak 18 Desember 2024 dan berakhir pada 22 Desember 2024. “Itu sudah dilakukan di sepanjang pesisir utara laut Jawa, nah ternyata ada pro dan kontra adanya TMC ini. Untuk TMC sendiri sudah tidak dilaksanakan operasionalnya,” tambahnya.

Di musim penghujan seperti saat ini, ia mengimbau kepada masyarakat untuk rutin melakukan pembersihan drainase dan memperluas resapan air di masing-masing lingkungannya.

Menurutnya, hal itu perlu dilakukan masyarakat, karena ketika air tidak bisa mengalir ke saluran, maka air bisa meresap secara langsung ke tanah.

“Karena memang ketika air tidak bisa bebas mengalir ke laut, otomatis diharapkan air ini bisa mengalir ke dalam tanah. Kami juga berharap, adanya cuaca ekstrem disertai curah hujan tinggi, masyarakat tidak berteduh di bawah pohon ataupun baliho, lebih baik cari bangunan yang kokoh jika ingin berteduh,” tandasnya. (*)