Rektor Unair: Cegah Desakralisasi Gelar Profesor Lewat Digitalisasi dan Hapus Asesor

SURABAYA, SURYAKABAR.com – Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof Dr Mohammad Nasih ME ST Ak menanggapi prosedur pengajuan guru besar atau profesor yang saat ini sedang disorot banyak pihak.

Terutama, munculnya dugaan adanya kecurangan dalam memberikan penilaian pada calon profesor. Apalagi, gelar profesor bisa dengan mudah didapatkan meski yang bersangkutan tidak aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi.

Menurut Prof Nasih, perlu perbaikan sistem dalam pengajuan gelar profesor dengan meminimalisasi peran individu dalam proses penilaian, dan menggantinya dengan sistem mesin seluruhnya.

Baca Juga:  Unair Tuan Rumah PIMNAS 2024, Diikuti 2.625 Mahasiswa se-Indonesia

”Menurut hemat kami, untuk bisa mencegah harus digitalisasi. Tidak perlu melibatkan orang untuk mencapai syarat guru besar,” ujar Prof Nasih seusai kickoff PIMNAS ke-37 2024 di Gedung Manajemen Kampus C Unair MERR Surabaya, Jumat (19/7/2024).

”Dengan demikian, calon guru besar tidak perlu bertemu dengan petugas ataupun asesor untuk dinilai. Melainkan, sistem yang bisa menyeleksi apakah persyaratan calon guru besar sudah memenuhi persyaratan atau tidak,” sambungnya.

Prof Nasih mengatakan, puncak dari sistem ini adalah dihapuskannya asesor sebagai penilai calon guru besar karena telah digantikan mesin.

Baca Juga:  4.747 Mahasiswa UMM Ikuti Pengabdian Masyarakat, Usung Spirit Desa Sejahtera Mandiri

“Tidak perlu ketemu orang by orang. Jadi, nanti sistem bisa menyeleksi sendiri, nantinya judul jurnal discontinue akan ditolak. Kemungkinan ada kasus (ramai gelar profesor) ini karena masih melibatkan orang. Makanya, perlu minimalisasi orangnya. Jadi, kalau memang sudah waktunya dan memenuhi tidak perlu tanda tangan menteri, bisa langsung diprint,” ungkapnya.

Di sisi lain, terkait desakralisasi gelar profesor, Prof Nasih menegaskan, tidak akan dilakukan di lingkungan Unair. Sebab, jabatan guru besar atau profesor merupakan jabatan tertinggi di bidang akademik yang pantas mendapat kehormatan.

Baca Juga:  BI Jatim Tarik Investor Asing Lewat East Java Investment Dialogue 2024

”Kalau ada kesalahan jangan sampai merusak semuanya. Kemuliaan dan martabat harus tetap dilakukan. Bukan dengan desakralisasi tetapi memposisikan kapan gelar profesor digunakan,” terangnya.

Prof Nasih memastikan, untuk acara administratif di Unair, gelar profesor tidak diperlukan. Namun, untuk acara akademik, seperti wisuda atau pengukuhan guru besar, tetap diperlukan gelar profesor tersebut. Terutama, dalam kegiatan pengujian atau pengajaran, gelar guru besar wajib disampaikan.

”Misal urusan lainnya tidak diperlukan jika memang bukan tugas akademik, kalau memang tidak ada hubungannya dengan kegiatan akademik. Jadi tidak perlu desakralisasi. Tidak semua orang bisa mencapai gelar ini, jadi salah satunya ya saringannya jangan sampai meloloskan yang belum waktunya,” pungkasnya. (aci)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *