Dokter Unusa: Bahasa Isyarat Penting bagi Pelayanan Kesehatan Pasien Bisu-Tuli

SURABAYA, SURYAKABAR.com – Dokter Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), dr Vena Saskia Prima Saffanah, menekankan pentingnya bahasa isyarat pada pelayanan kesehatan pasien yang setara. Hal itu termotivasi, setelah dr Vena menemui pasien penyandang bisu-tuli yang kesulitan berkomunikasi soal penyakit yang dideritanya.

Menurut dr Vena, tidak banyak yang memikirkan bagaimana pasien bisu-tuli berkomunikasi soal penyakit yang dideritanya. Sehingga, hal itulah yang menyebabkan penyandang bisu-tuli jarang ditemui di rumah sakit-rumah sakit.

Meskipun ada, biasanya mereka membawa pengantar. Sebab, tidak semua dokter yang menangani, mengerti keluhan penyakit yang diderita karena kesulitan berkomunikasi dengan pasien bisu-tuli tersebut.

Baca Juga:  Unusa Buka Prodi Magister Pendidikan Dasar untuk Tingkatkan Kompetensi Guru

“Dalam pengamatan saya memang jarang ada pasien bisu-tuli berobat ke rumah sakit, kebanyakan dari mereka berupaya mengobati sendiri. Hambatan komunikasi salah satu penyebabnya,” ujar dr Vena, Jumat (21/6/2024).

dr Vena menceritakan, ketika ia menjalani koas bersama sang kakak, Vera Saskia Prima Salsabila, yang dilantik dan diambil sumpahnya lebih dahulu pada Februari 2024, ia bertemu dengan seorang bisu-tuli yang sedang memeriksakan kandungannya di rumah sakit. Saat itu Vena memperhatikan betapa sulitnya ia berkomunikasi. Termasuk, saat ia menjalani stase di UGD, ada korban kecelakaan yang tidak lancar berkomunikasi karena bisu-tuli.

Baca Juga:  FK Unair Siapkan Dokter Spesialis Dukung PPDS Berbasis Rumah Sakit
Baca Juga:  Stikom Surabaya Siapkan Rp 14,9 Miliar Beasiswa Pendidikan bagi 100 Siswa Berprestasi

“Saya berpikir semestinya layanan kesehatan untuk semua orang, tapi karena ia penyandang bisu-tuli, maka ia memperoleh layanan kesehatan minimal. Penyebabnya, tidak semua dokter paham dan mengerti bentuk komunikasi bahasa isyarat. Itulah yang mendorong saya untuk bisa memiliki keterampilan paham dan mengerti bahasa isyarat,” ungkap alumni SMA Darul Ulum 2 Jombang itu.

dr Vena menegaskan, kini sudah lulus level satu untuk memahami bahasa isyarat, sehingga mengerti tentang apa yang diderita pasien jika kebetulan penyandang bisu-tuli menggunakan bahasa isyarat.

“Saya berharap jika banyak dokter dan tenaga kesehatan yang mengerti dan memahami bahasa isyarat tidak ada lagi diskriminasi diterima pasien penyandang bisu-tuli,” terang anak keempat dari pasangan Ika Yulis Priyadi dan Faidatul Himmah itu.

dr Vena mengakui, rekan-rekan sejawat dokter kini juga banyak yang belajar bahasa isyarat, bukan karena tren atau ikut-ikutan, namun mereka lebih memahami, layanan kesehatan adalah hak bagi semua orang tanpa kecuali. (aci)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *