KPPU Bentuk Tim Investigasi Khusus Tangani Kenaikan Harga Beras
SURABAYA, SURYAKABAR.com – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) segera membentuk tim investigasi khusus untuk menangani kenaikan harga beras. Hal ini dilakukan untuk mengetahui penyebab pasti kelangkaan dan kenaikan harga beras di sejumlah pasar tradisional di Indonesia.
Tim investigasi tersebut akan dibentuk setelah KPPU menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Kantor Pusat dengan berbagai pemangku kepentingan. Terutama instansi pemerintah dan pelaku usaha guna mendalami fenomena volatilitas harga pangan, khususnya beras.
Hal ini dampak adanya tren kenaikan harga beras, khususnya dalam enam bulan terakhir, serta berbagai informasi mengenai kelangkaan komoditi beras di pasar retail.
Hadir sebagai pimpinan rapat dalam pertemuan tersebut, anggota KPPU Hilman Pujana dan M Noor Rofieq, serta Deputi Bidang Kajian dan Advokasi KPPU, Taufik Ariyanto.
Pertemuan juga dihadiri Badan Pangan Nasional, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Satuan Tugas Pangan Polri, asosiasi dan berbagai pelaku usaha besar di komoditas tersebut.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU, Deswin Nur, mengatakan, dari FGD yang dilakukan, ada sejumlah poin penting yang diperoleh.
“Di antaranya adanya hambatan di hulu (panen gabah), di mana berbagai macam faktor diduga mengakibatkan turunnya tingkat produksi gabah panen dan beras. Beberapa faktor tersebut, di antaranya adalah faktor musim dan cuaca, faktor luas lahan tanam yang berkurang, serta produktivitas lahan yang relatif rendah,” ujar Deswin melalui keterangan tertulisnya, Jumat (1/3/2024).
Menurut Deswin, dari sisi penggilingan padi terdapat informasi mengenai makin banyaknya usaha penggilingan padi kecil yang tidak memiliki kemampuan bersaing untuk memperoleh gabah hasil panen, apabila dibandingkan dengan usaha penggilingan besar.
“Juga, ditemukan adanya hambatan di sisi produksi dan distribusi beras, di mana sejak akhir 2023 hingga awal Februari 2024, para pelaku usaha di bidang beras menyampaikan adanya kesulitan untuk menemukan komoditi beras untuk disalurkan ke pasar (terutama pasar modern),” ungkapnya.
Deswin menjelaskan, memasuki periode akhir Februari, beberapa daerah sudah melakukan panen, sehingga diharapkan komoditi beras dapat tersedia kembali di tingkat penggilingan padi hingga ke distributor.
Di sisi lain, Persatuan Penggiling Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), menyatakan penentuan harga komoditi ini dibentuk oleh pelaku usaha yang memiliki jaringan langsung dengan produsen di wilayah sentra produksi. Hal ini kemudian berpengaruh secara langsung terhadap harga jual beli di daerah lain.
“Kami juga melakukan pemantauan atas efektivitas kebijakan harga eceran tertinggi (HET) untuk komoditi beras, di mana berdasarkan data dan informasi dari berbagai daerah, ternyata harga yang terbentuk di pasar relatif lebih besar dari HET yang ditetapkan pemerintah,” jelasnya.
Untuk menindaklanjuti berbagai data, informasi serta temuan dalam diskusi tersebut, KPPU akan melakukan pendalaman lebih lanjut, terutama untuk identifikasi potensi praktik persaingan usaha tidak sehat mengacu kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
“Berkaitan dengan hal tersebut, KPPU telah membentuk tim yang tidak hanya mengkaji industri, tetapi juga melakukan investigasi, dan bila ditemukan adanya indikasi praktik persaingan usaha tidak sehat, KPPU akan menindaklanjutinya dengan proses penegakan hukum,” pungkasnya. (aci)