Mahasiswi Untag Teliti Fenomena Predatory Pricing dalam Praktik Bisnis Social Commerce

SURABAYA, SURYAKABAR.com – Mahasiswi Magister Ilmu Komunikasi (Mikom) Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Aisyah Maharani, mengkaji dampak predatory pricing di TikTok Shop bagi UMKM konvensional di Surabaya.

Menurut Aisyah, penelitian ini untuk mendalami fenomena predatory pricing yang muncul dalam praktik bisnis di platform social commerce, khususnya pada UMKM konvensional di Surabaya.

“Predatory pricing sendiri merupakan fenomena perdagangan yang berorientasi untuk menjual barang dengan harga yang lebih murah daripada harga pasar,” ujar Aisyah, Jumat (23/2/2024).

Baca Juga:  Mahasiswa Arsitektur Untag Surabaya Jalani Praktik di Laboratorium Outdoor

Aisyah menjelaskan, dengan menggunakan pendekatan fenomenologi, penelitian ini bertujuan untuk memahami secara mendalam pengalaman dan persepsi para pelaku UMKM terhadap penjualannya tersebut.

“Harapannya, hal ini dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang dampak dan implikasi dari predatory pricing dalam konteks bisnis online, serta memberikan wawasan berharga bagi pengembangan kebijakan dan strategi bisnis yang lebih berkelanjutan,” jelasnya.

Aisyah mengatakan, penelitian ini muncul sebagai respons terhadap fenomena TikTok Shop yang telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat.

“Latar belakangnya ketika masyarakat resah dengan maraknya fenomena TikTok Shop, sebuah bentuk social commerce yang bisa menjual segala hal, namun beberapa waktu lalu sempat ditutup,” ungkapnya.

Baca Juga:  Buku Gerakan Inklusif IMM Jadi Gagasan Kritis Kader Muda Muhammadiyah
Baca Juga:  ITS dan Pemprov Kalteng Kerja Sama Optimalkan Sumber Daya Daerah

Aisyah mengaku, gagasan ini pertama kali muncul setelah berdiskusi dengan dosen pembimbingnya, Dr Merry Fridha Tri Palupi MSi dan Dr Bambang Sigit Purnomo SSos MSi tentang kekhawatiran yang muncul akibat peralihan toko konvensional ke platform online yang viral.

“Kepekaan ini didorong dosen pembimbing saya yang mengamati, harga barang-barang yang dijual melalui social commerce tersebut sangat murah dan mudah dijangkau teknologi,” terangnya.

Dalam penelitiannya ini, Aisyah menemukan adanya perubahan signifikan bagi UMKM konvensional, meskipun tidak merata di semua sektor. Sektor paling terdampak adalah pelaku usaha di bidang fesyen dan makanan.

“Namun, di bidang kosmetik, fenomena social commerce justru menjadi peluang bagi mereka untuk memperoleh barang dengan harga grosir yang lebih murah untuk kemudian dijual kembali,” katanya.

Aisyah berharap agar masyarakat dan UMKM dapat lebih bijak memanfaatkan teknologi di masa mendatang, serta mampu memanfaatkan perkembangan teknologi ini agar tidak tegerus zaman. (aci)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *