Kemenkes Komitmen Tekan Jumlah Perokok Anak dengan Maksimalkan Kawasan Tanpa Rokok

SURABAYA, SURYAKABAR.com – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) memaksimalkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di berbagai tempat sebagai upaya untuk menekan jumlah perokok anak di Indonesia.

Data dari Kemenkes, prevalensi perokok anak Indonesia terus naik. Pada 2018 sebesar 9,1 persen, dan pada 2024 ditargetkan turun menjadi 8,7 persen.

Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes RI, dr Benget Saragih, mengatakan melalui pemaksimalan KTR akan menjadi upaya Kemenkes untuk mencapai target pengurangan jumlah perokok anak.

“Ada beberapa tempat yang akan menjadi fokus Kemenkes dalam mewujudkan kawasan bebas asap rokok tersebut. Yakni, di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes), seperti Rumah Sakit, Puskesmas dan Laboratorium,” ujar dr Benget usai mengisi Workshop Penguatan Implementasi Kawasan Tanpa Rokok yang digelar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Rabu (24/1/2024).

Baca Juga:  Unair Siap Wujudkan Surabaya Sehat dan Kawasan Tanpa Rokok

dr Benget menyebut, selain fasyankes, juga sarana belajar mengajar, seperti di sekolah dan perguruan tinggi. Selain itu, juga di tempat bermain anak, tempat ibadah, sarana transportasi, tempat kerja dan tempat-tempat umum lainnya.

“Ini harus jadi kawasan tanpa rokok. Jadi, kita tidak melarang orang merokok, tapi mengatur orang jangan merokok di kawasan-kawasan yang saya sebutkan tadi,” jelasnya.

Dengan upaya tersebut, lanjut dr Benget, selain bisa mencegah anak merokok, juga akan memiliki beberapa dampak positif, seperti memberikan lingkungan yang bersih tanpa bau asap rokok, mencegah paparan asap rokok terhadap orang yang tidak merokok, dan sebagai inisiasi seseorang untuk berhenti merokok.

Baca Juga:  Unusa Dorong Kawasan Tanpa Rokok di Surabaya
Baca Juga:  Pakar Unair Menilai Vape Berdampak Kerusakan dan Peradangan Paru-paru

“Kalau orang mau berhenti merokok, itu akan meningkatkan produktivitas kinerja. Contoh, kalau orang dalam kantor dia perokok, otomatis mulutnya asam karena adiksi. Satu jam dia keluar untuk merokok. Akhirnya, kerjaannya dia lebih banyak merokok daripada kerjanya. Nah, itu tujuannya agar menurunkan jumlah perokok,” ungkapnya.

dr Benget mengakui, soal kebijakan merokok di tempat umum, juga sudah ada aturannya, yakni dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 yang di dalamnya menyebutkan soal sanksi dan pidana bagi orang yang melanggar merokok di kawasan tanpa rokok, yakni denda maksimal Rp50 juta.

“Ada daerah, kalau ada yang merokok di KTR ditegur, KTP-nya disimpan. Kalau ketahuan merokok lagi, baru langsung kena denda, maksimal 50 juta rupiah. Tapi kan tergantung daerah ya, karena maksimalnya 50 juta,” terangnya.

Dengan memaksimalkan upaya tersebut dan dengan memberi pengetahuan bahaya merokok melalui berbagai kegiatan seperti workshop, dr Benget berharap ke depan KTR di berbagai daerah di Indonesia bisa berjalan dengan baik.

“Memang kawasan tanpa rokok ini salah satu upaya kita untuk mengendalikan perokok, jadi jangan merokok di kawasan tanpa rokok,” pungkasnya. (aci)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *