Pakar IT Untag Soroti Munculnya Jenis Kejahatan Baru lewat Manipulasi Digital

SURABAYA, SURYAKABAR.com – Munculnya jenis kejahatan baru melalui manipulasi digital kini mulai merambah batas etika siber. Bahkan, saat ini, peluang kejahatan social engineering (Soceng) juga terus meningkat.

Selain dari segi teknis, soceng juga melibatkan unsur psikologis yang bertujuan memanipulasi manusia untuk mendapatkan informasi rahasia atau akses yang seharusnya tidak diberikan.

Hal itu diungkapkan Pakar Sistem Informasi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Supangat MKom PhD ITIL COBIT CLA, dalam sebuah diskusi di Untag Surabaya.

Supangat menjelaskan, soceng merupakan kecenderungan manipulasi menggunakan tingkat kepercayaan seseorang memperoleh informasi sensitif untuk mendapatkan akses ke dalam suatu sistem.

“Singkatnya, soceng adalah teknik untuk memperoleh data atau informasi rahasia dengan mengeksploitasi kelemahan manusia,” ujar Supangat di Surabaya, Jumat (15/12/2023).

Baca Juga:  Bank Indonesia Kembangkan Wartek Inflasi di Tujuh Kota Jatim

Menurut Supangat, korban kejahatan soceng berasal dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk yang berpendidikan tinggi hingga yang tidak berpendidikan, dari berbagai kelompok usia mulai dari remaja hingga tua.

“Ini juga melibatkan kalangan profesional dan individu terkait Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang pada umumnya akrab dengan jenis pola kejahatan siber, namun sayangnya, mereka sering menjadi korban dari modus soceng,” ungkap Ketua Program Studi Sistem dan Teknologi Informasi (Sistekin) Untag Surabaya tersebut.

Supangat menyebut, korban seringkali tidak menyadari, pelaku kejahatan menggunakan modus ini dengan membangun interaksi yang bersifat manipulatif. Seperti perilaku ramah, pujian berlebihan, atau tindakan membujuk untuk mendekati calon korban.

Baca Juga:  Unair Terima Hibah Alat Kesehatan untuk Teaching Factory dari Kemendikbudristek

“Modus umum soceng biasanya melalui tawaran menjadi nasabah prioritas, di mana pelaku mengajak korban mengisi data pribadi seperti Nomor Kartu ATM, PIN, OTP, dan password dengan rayuan promosi,” jelasnya.

Modus lain, lanjut Supangat, melibatkan akun layanan konsumen palsu mengatasnamakan bank, di mana pelaku menawarkan bantuan menyelesaikan keluhan dengan mengarahkan ke website palsu atau meminta data pribadi. “Penting untuk waspada dan tidak memberikan informasi pribadi secara sembarangan,” terangnya.

Supangat menegaskan, soceng juga kerap muncul dengan modus hadiah undian, dan pelaku kejahatan acak menelepon nomor kontak seluler. Nomor seluler ini biasanya diperoleh dari akun media sosial yang terdaftar. Proses ini menunjukkan adanya indikasi kebocoran data pribadi melalui media sosial yang terdaftar.

“Lebih dari itu, soceng dapat dipakai dalam kampanye penyebaran disinformasi atau propaganda, yang berpotensi memperburuk masalah sosial dan politik,” katanya.

Baca Juga:  Fly Over Djuanda Dibuka hingga 2 Januari 2024

Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pemerintah, terutama lewat UU ITE, untuk menangani berbagai aspek kejahatan siber di Indonesia, termasuk perlindungan data pribadi sesuai undang-undang yang berlaku.

Kekhawatiran terkait soceng berpotensi untuk melampaui batas etika dalam dunia siber. Untuk mengatasi fenomena soceng, diperlukan pendekatan holistik yang mencakup peningkatan kesadaran, penerapan regulasi, dan penggunaan teknologi keamanan.

“Begitu juga dengan individu yang wajib memiliki tanggung jawab untuk melindungi diri dari soceng yang melanggar etika siber. Setiap individu harus waspada terhadap pesan dan permintaan mencurigakan melalui email, pesan teks, atau media sosial,” tegasnya.

Kemudian, individu juga harus menjaga kerahasiaan data pribadi. “Hanya melalui kerja sama yang kuat, kita dapat menjaga integritas dan keamanan di dunia digital tanpa mengabaikan prinsip-prinsip etika yang menjadi dasar interaksi manusia,” pungkasnya. (aci)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *