IDI Sebut Daerah Terpencil Kurang Diminati Dokter dan Tenaga Medis

SURABAYA, SURYAKABAR.com – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Surabaya menyoroti pendistribusian dokter di Indonesia yang tidak merata. Hal itu menjadi persoalan tersendiri hingga saat ini. Terutama, kurang diminatinya dokter untuk pelayanan masyarakat di daerah terpencil.

Hal itu disampaikan Sekretaris III IDI Cabang Surabaya, dr Hilman Siregar, usai menghadiri pengukuhan dan pengambilan sumpah dokter Fakultas Kedokteran (FK) Unusa ke-8 di Auditorium lantai 9 Tower Unusa Kampus B Jemursari Surabaya, Rabu (6/9/2023).

dr Hilman mengakui, secara umum kebutuhan dokter sudah terpenuhi dengan baik. Bahkan, jika terdapat permasalahan kekurangan dokter, itu tidak signifikan.

“Masalah utama adalah distribusi dokter. Distribusinya kurang merata dan seringkali menjadi kendala. Ini terindikasi di daerah-daerah yang sangat terpencil, dokter dan tenaga medis seringkali kurang diminati,” ujar dr Hilman.

Baca Juga:  17 Mahasiswa Unusa Ikuti Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka 2023

Karena itu, organisasi profesi seperti ikatan dokter atau asosiasi tenaga medis memiliki peran penting dalam mengelola dan mengawasi penempatan dokter dan tenaga medis sesuai kebutuhan di berbagai lokasi.

“Kemenkes memiliki peran penting dalam mendukung dan mengatur distribusi ini. Kemenkes dapat memberikan bantuan, regulasi, dan sumber daya yang diperlukan untuk memastikan distribusi berjalan efisien dan merata di seluruh wilayah Indonesia,” ungkapnya.

Menyikapi itu, Dekan FK Unusa, dr Handayani, berkomitmen untuk membantu pendistribusian para alumninya. Khususnya, di pondok-pondok pesantren yang sudah menjalin kerja sama dengan Unusa.

Baca Juga:  Mengenal Fadillah Marzely, Wisudawan Peraih IPK Tertinggi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya
Baca Juga:  Kemenkes Dorong Peningkatan Cakupan Layanan Kedokteran Nuklir

“Ke depan kita harapkan ponpes besar itu punya fasilitas kesehatan sendiri, sehingga tidak bergantung pada fasilitas kesehatan luar. Sehingga, bisa ‘ngopeni’ siswanya, santrinya maupun warga di sekitar,” jelas dr Handayani.

Dalam kesempatan yang sama, Rektor Unusa, Prof Achmad Jazidie, mengungkapkan pentingnya pondok pesantren dalam pencegahan penyakit dan perbaikan kesehatan masyarakat di Indonesia. Jumlah pesantren yang besar di seluruh Indonesia menjadi faktor penting dalam upaya ini.

Menurut Prof Jazidie, lulusan FK Unusa harus memiliki perubahan mindset yang positif untuk mendukung inisiatif pencegahan berbasis komunitas ini. Selain itu, upaya ini melibatkan pesantren tidak hanya sebagai pusat, namun juga melibatkan masyarakat di sekitarnya.

“FK Unusa itu fakultas yang mencetak dokter-dokter pencegah berbasis komunitas pesantren. Di samping ilmu-ilmu kedokteran seperti FK yang lain, ada satu tambahan, yaitu dokter pencegahan berbasis komunitas pesantren,” pungkas Prof Jazidie. (aci)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *