RS UNAIR untuk Sementara Batasi Pasien Covid 19, Begini Komentar Wakil Ketua DPRD Surabaya
SURABAYA, SURYAKABAR.com – Munculnya surat pemberitahuan pembatasan layanan perawatan bagi pasien Covid-19 dan penyesuaian layanan di RS Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya per 26 Mei 2020, menjadi perhatian DPRD Surabaya.
Wakil Ketua DPRD Surabaya AH Thony mengatakan, penutupan pelayanan penerimaan pasien Covid-19 di RS UNAIR itu bisa disebabkan dua hal. Pertama, bisa disebabkan akibat faktor ‘kejengkelan’ dari tim medis.
“Ya, betapa tidak jengkel, pihak rumah sakit sudah berjuang mati-matian dengan taruhan nyawa untuk menyembuhkan masyarakat supaya sehat, tetapi banyak masyarakat justru sembrono dan tidak mematuhi protokol kesehatan yang sudah diterapkan pemerintah,” ujar AH Thony kepada wartawan di gedung DPRD Surabaya, Rabu (27/5/2020).
Dia menuturkan, misalnya dalam momen Lebaran kemarin masyarakat lebih takut tidak mendapatkan diskon belanja dari pada terkena Covid-19. Justru itu (diskon) lebih menarik dari pada menyelamatkan kesehatan.
“Pemandangan seperti itulah yang mungkin membuat petugas medis merasa sakit hati, tim kesehatan sudah berjuang untuk kesembuhan masyarakat, tapi justru masyarakatnya sendiri yang kurang menjaga protokol kesehatan,” tutur politisi Partai Gerindra ini.
BACA JUGA:
Thony beranggapan, mungkin saja manajemen RS UNAIR berpikir jika masyarakat sendiri tidak menghargai nyawanya kenapa tim medis harus bersusah payah menyembuhkan masyarakat yang tidak taat protokol kesehatan. “Mungkin itu yang ada di pikiran mereka (tim medis). Jadi kita harus peka,” tandasnya.
Kemudian faktor kedua, lanjut Thony, jika memang RS UNAIR mengalami overload maka yang harus dilakukan Pemkot Surabaya adalah wajib menyiapkan langkah antisipasi atau alternatif. Sebab, bagaimanapun ini adalah menjadi tanggung jawab pemangku jabatan.
“Kan tugas negara membuat masyarakatnya menjadi sehat. Ketika rumah sakit itu benar-benar overload, maka pemerintah harus tegas memberikan sanksi kepada masyarakat yang melanggar, itu tidak masalah,” ungkap Thony.
Dia menambahkan, seharusnya pemerintah membuat langkah-langkah penyiapan tempat baru untuk menampung masyarakat yang terpapar Covid-19 jika ada rumah sakit rujukan yang mengalami overload. Memang, selama ini pemkot sudah menyiapkan “Kampung Tangguh” untuk meminimalisasi penyebaran Covid-19, namun itu dianggap terlambat.
“Sekarang yang jadi pertanyaan adalah bagaimana sistim kerja dari kampung tangguh itu. Kalau hanya sekadar diberikan kampung jogo, menurut saya itu sia-sia, kecuali diberikan thermo gun. Syukur-syukur di setiap kelurahan diberi alat rapid test,” pungkasnya.
Sementara Ketua Pusat Informasi dan Humas (PIH) Unair, Suko Widodo ketika dikonfirmasi menyatakan jika ruang isolasi sementara dibatasi, bukan ditutup. Ini juga untuk menjaga kualitas layanan.
Contohnya, jika ada dua pasien positif dinyatakan sembuh, maka RS UNAIR bisa memasukkan dua pasien positif di ruang isolasi dan seterusnya. “Untuk ruang IGD dan pelayanan lainnya tetap berjalan normal,” tandasnya.
Untuk itu, Suko Widodo mengimbau agar masyarakat tetap menjaga kesehatan dan menaati protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah.
“Kalau tidak betul-betul sakit parah jangan ke rumah sakit. Lebih baik isolasi mandiri di rumah saja,” tandasnya.
(be)