Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur Lakukan Ekskavasi Situs Mbah Sukirman Balongbendo Sidoarjo
SIDOARJO, SURYAKABAR.com – Pasca ditemukannya situs yang diduga peninggalan Kerajaan Kahuripan di punden Mbah Sukirman kawasan Desa Watesari RT 17 RW 03, Kecamatan Balongbendo, Sidoarjo pada 2018 lalu, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur melakukan ekskavasi, Selasa (16/7/2019).
Ekskavasi situs berupa tumpukan batu bata menyerupai pondasi yang ditemukan pertama kali oleh Suliono (50), warga sekitar saat menggali tanah untuk pembuatan akses jalan punden tersebut, dilakukan enam orang petugas BPCB Jawa Timur.
Ekskavasi yang dilakukan petugas BPCB Jatim bersama warga sekitar serta komunitas penggiat budaya tersebut dimulai sekitar pukul 11.00 WIB. Nampak, warga sekitar membersihkan ranting-ranting pohon di sekitaran punden Mbah Sukirman guna mempermudah petugas mengeksplore temuan bersejarah tersebut.
Ekskavasi temuan situs struktur bangunan yang diduga peninggalan Kerajaan Kahuripan yang ada di Desa Watesari, Kecamatan Balongbendo tersebut memakai dana desa.
Kades Watesari Sukisno mengatakan, selama ditemukannya struktur bangunan yang diduga peninggalan Kerajaan Kahuripan tersebut, belum ada bantuan apapun dari pemerintah daerah. “Bantuan pemerintah untuk ekskavasi ini belum ada, makanya kami memilih dana desa. Nilainya sekitar Rp 20 juta dipotong pajak,” ucapnya.
Pihaknya tertarik melakukan ekskavasi untuk menggali lebih dalam situs yang ada di desanya. Paling tidak, pihaknya berharap setelah ekskavasi dan terlihat bentuk situs tersebut, dapat dijadikan destinasi wisata lain di Desa Watesari.
Ketua Tim BPCB Jatim Wicaksono Dwi Nugroho mengatakan, temuan struktur bangunan serta sumur di punden Mbah Sukirman memiliki kriteria sebagai cagar budaya sesuai undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya. “Saat kami tinjau pada 2018 kemarin, memang memiliki kriteria cagar budaya,” terangnya.
Rencananya, BPCB Jatim melakukan ekskavasi selama empat hari. Peninggalan situs tersebut dikaitkan adanya prasasti Kamalagyan yang jaraknya sekitar 3,5 kilometer di arah barat dan adanya keberadaan Desa Trik sejauh 7 kilometer di arah timur laut.
“Kalau Kamalagyan menyebut pembangunan bendungan pada masa Airlangga, sedangkan Trik itu kita tahu pada masa awal-awal Kerajaan Majapahit. Nah, pemukiman di sini bagian dari mana, itu yang kita akan cari tahu dalam kegiatan ekskavasi ini,” kata Wicaksono.
Tri Kisnowo, penggiat budaya dari Laskar Nuswantara sangat mengapresiasi BPCB dan pihak desa untuk mengekskavasi situs ini. Karena, situs itu nantinya bisa dijadikan destinasi wisata lain selain agrowisata tanam belimbing di desa setempat. “Harapannya, tempat ini nantinya bisa jadi destinasi wisata,” katanya.
Yang tidak kalah penting, lanjut Tri, panggilan akrab Tri Kisnowo, ekskavasi tersebut menggunakan dana desa, karena sudah tidak ada solusi lain. “Kita komunikasi dengan pihak kabupaten maupun dinas terkait, selalu tidak ada aturan. Padahal, kita sudah mengusulkan raperda inisiatif ke dewan dan terakhir di Bapemperda, sehingga alternatif penggunaan dana desa menjadi solusi proses pelaksanaan ini,” pungkasnya. (wob)