Puluhan Anggota BPD Sidoarjo Gelar Aksi di Depan Pendopo, Mereka Minta Ketegasan SK Bupati
SIDOARJO, SURYAKABAR.com – Puluhan perangkat Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang tergabung dalam Forum Badan Permusyawaratan Desa (FBPD) dari 18 kecamatan se-Kabupaten Sidoarjo menggelar aksi di depan Pendopo Delta Wibawa Sidoarjo, Senin, (24/9/2018).
Dalam aksinya, mereka meminta audiensi dengan bupati mengenai kejelasan soal implementasi SK Bupati Sidoarjo No. 188/530/104.1.1.3/2017 tentang Tunjangan BPD.
Ketua Umum FBPD selaku koordinator aksi Sigit Setiawan mengatakan, pada awalnya pihaknya sangat mengapresiasi SK Bupati 530 terkait tunjangan BPD dengan rincian, Ketua BPD sebesar Rp 900 ribu, wakil ketua Rp 800 ribu, sekretaris Rp 750 ribu, ketua bidang Rp 700 ribu, dan anggota Rp 600 ribu.
Namun, belum sampai terealisasi SK 530, bupati menerbitkan lagi SK Bupati 686 dan disusul surat edaran (SE) bupati No. 7595. “Jadi, belum sampai dilaksanakan SK 530 kok diterbitkan lagi SK baru. Jelas kami sayangkan. karena tidak konsisten,” tegas Sigit.
Ia melanjutkan, selain tidak konsisten dalam merumuskan kebijakan, nilai tunjangan juga menjadi lebih kecil dari SK yang lama.
Dengan perincian ketua menjadi Rp 500 ribu, wakil ketua Rp 400 ribu, sekretaris Rp 350 ribu, ketua bidang Rp 300 ribu, dan anggota Rp 250 ribu. Karena menurutnya SK Bupati 530 merupakan keseriusan pemerintah daerah dalam mewujudkan keadilan sosial bagi warga, khususnya BPD yang memiliki peran penting di setiap desa.
“Pada intinya bukan persoalan tunjangan yang menjadi kecil. Tapi ini soal kesamaan hak pelaksanaan pembangunan di desa untuk ke depannya,” lanjutnya.
Karena Bupati Sidoarjo tidak ada di tempat, beberapa perwakilan massa aksi diterima Wakil Bupati Nur Ahmad Syaifuddin.
Dalam pertemuan itu pria sekaligus politisi PKB itu mempersilakan perwakilan untuk menyampaikan aspirasinya. “Karena Pak Bupati sedang ada acara di Grahadi. Jadi silakan disampaikan ke saya nanti akan saya akomodir ke Pak Bupati,” kata pria yang akrab disapa Cak Nur itu.
Pertemuan berakhir deadlock dan tidak mendapatkan titik terang. Selain Bupati tidak ada, pihak FBPD juga tetap mendesak agar yang berlaku hanya SK 530.
“Jadi, SK 686 bukan berarti mengganti SK 530. Kalau di desa itu mampu memberi Rp 900 ribu (sesuai SK 530) kita tidak mempermasalahkan. Tapi yang diharapkan FBPD yang diinginkan dilaksanakan SK Bupati 530. Lha ini yang akan kita musyawarahkan dulu. Kan, semua itu dilihat dari anggaran yang ada. Juga bagaimana mekanisme dan regulasinya,” terang Cak Nur.
Sementara itu dari pihak FBPD seusai pertemuan langsung bergeser ke kantor DPRD juga dengan agenda yang sama ingin kejelasan mengenai SK Bupati 530.
Mereka mengaku belum puas dengan pertemuan dengan Wakil Bupati. Karena FBPD enggan untuk memilih tiga dari kebijakan yang dikeluarkan bupati. “Tapi ada hal baik. Aspirasi kita akan didiskusikan lagi di tingkat eksekutif. Nanti kita tunggu,” kata Sigit. (wob)