Dolar Naik, Begini yang Dilakukan Pengusaha Tempe

SIDOARJO, SURYAKABAR.com – Dampak naiknya Dollar terhadap nilai Rupiah dirasakan semua pelaku usaha di Indonesia. Tak terkecuali para perajin tahu dan tempe di Kabupaten Sidoarjo yang juga turut merasakan imbasnya. Di antaranya produsen tahu dan tempe di Kecamatan Wonoayu dan Sidoarjo. Mereka terpaksa mengurangi takaran kedelai asalkan tidak menaikkan harga tahu dan tempe di pasaran.

Suwiliyat (29), salah satu pengusaha tempe rumahan yang terletak di Desa Wonokasian RT 02 RW 01 ini tidak bisa menaikkan harga jual tempe hasil produksinya.

Pria satu anak yang sudah menjalankan bisnis tempe sejak masih kuliah ini mengaku, naiknya harga kedelai dari suplayer dirasakan sejak tiga bulan lalu. Naiknya harga kedelai bertahap, mulai awal Juli 2018.

“Kenaikan sejak tiga bulan lalu, tetapi naiknya bertahap hingga sekarang mencapai Rp 7.600 per kilogram. Kedelai yang saya pakai jenis SGR,” kata Suwiliyat kepada suryakabar.com, Jumat (14/9/2018).

Suwiliyat mengatakan, naiknya harga kedelai mulai Rp 6.300/kg hingga sekarang menjadi Rp 7.600/kg cukup meresahkan dirinya sebagai pengusaha tempe rumahan. Suwiliyat juga mengaku, untuk menyiasati tingginya harga bahan baku, dia terpaksa mengurangi takaran terhadap kemasam tempenya.

“Kalau dinaikkan nanti pelanggan saya yang ngambek. Takut nggak beli ke saya lagi,” ungkap Suwiliyat.

Untuk menyiasatinya, Suwiliyat yang biasa melayani pedagang yang ada di beberapa pasar tradisional di Sidoarjo ini terpaksa mengurangi takarannya, namun harga tetap yakni perbungkus Rp 2.000. Dari yang biasanya, tempe dengan bungkus plastik yang perbungkus berisi 160 gram kedelai olahan, kini dirinya mengurangi menjadi 130 gram per bungkus.

“Terpaksa mengurangi takarannya, tetapi harga tetap Rp 2.000 perbungkus. Kalau nggak gitu saya rugi Mas, tapi semua pelanggan saya sudah saya kasih tahu kalau takarannya saya kurangi,” keluhnya.

Dalam menjalankan usahanya, Suwiliyat yang tiap harinya menghabiskan 150 kilogram kedelai, mampu sedikit mengurangi pengangguran dengan mempekerjakan tujuh orang untuk membantu mengelola usaha tempenya. Dua orang membantu mengolah kedelai, dua orang mengemas dan tiga orang lainnya membantu berjualan mengirim ke pasar-pasar.

“Saya berharap pemerintah bisa mencari solusi agar harga kedelai tidak sampai terlalu lama naiknya dan bisa normal lagi, karena selama saya mengurangi takaran, kadang pembeli banyak yang komplain,” harapnya. (wob)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *