Sidang Praperadilan Pajak Rp 20 M Hadirkan Dua Pakar dari Universitas Indonesia
SIDOARJO, SURYAKABAR.com – Sidang praperadilan kasus pajak di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, Rabu (21/2/2018) memasuki babak baru. Dua pakar dari Universitas Indonesia (UI) dihadirkan sebagai saksi ahli.
Kedua pakar tersebut yakni Profesor Gunadi, guru besar UI yang merupakan pakar perpajakan dan Chudry Sitompul, pakar hukum pidana Universitas Indonesia.
Pada sidang yang dipimpin hakim tunggal, Suprayogi, kedua pakar tersebut dihadirkan secara bergantian. Penggugat atau pemohon praperadilan yang dalam hal ini adalah tim kuasa hukum AB selaku direktur sebuah perusahaan di Buduran Sidoarjo, sedangkan termohonnya Kanwil DJP (Direktorat Jendral Pajak) Jatim ll.
“Pajak itu kan tujuan utamanya fiskal, untuk pendapatan negara. Kalau semua kasus pajak dipraperadilkan, bisa dibayangkan bagaimana kondisinya. Ini perlu jadi pertimbangan hakim,” kata profesor Gunadi saat di PN Sidoarjo.
Kuasa hukum dari pemohon dan termohon melontarkan sejumlah pertanyaan kepada Gunadi. Setelah Gunadi selesai dimintai pendapatnya sebagai ahli, kemudian dilanjutkan Chudry Sitompul. Posisinya sama, pakar hukum pidana ini juga dimintai keterangan dalam kapasitasnya sebagai saksi ahli.
“Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomer 4 tahun 2016 pasal 2, jelas dinyatakan pemeriksaan praperadilan tentang tidak sahnya penetapan tersangka hanya menilai aspek formil, di antaranya yakni minimal ada dua alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi perkara,” papar Chudry Sitompul.
Sementara ketika diminta tanggapan terkait status pemohon yang masuk daftar pencarian orang (DPO), Chudry Sitompul menyebut, tidak ada aturan khusus yang menyebut seseorang yang berstatus DPO boleh atau tidak melakukan permohonan praperadilan.
“Tapi secara norma, sebaiknya permohonan praperadilan orang berstatus DPO tidak diterima. Ini menurut pendapat saya, tapi semua keputusan tetap ada di tangan hakim,” sambungnya.
Menurut pihak DJP Jatim II, status pemohon praperadilan ini masuk DPO setelah yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka dan mangkir dari panggilan penyidik DJP Jatim II.
Nah, pemohon sendiri tidak terima dijadikan tersangka, sehingga mengajukan praperadilan melalui tim kuasa hukum. AB ditetapkan menjadi tersangka pada 16 Januari 2018.
Dia dijerat pasal 39 Ayat 1 huruf D UU KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan) karena diduga menyampaikan SPT pajak perusahaan yang isinya tidak benar. Nilai pajak itu selama tiga tahun, 2009, 2010 dan 2011 totalnya sekitar Rp 20 miliar. (pn)