Berita Sidoarjo
Wabup Sidoarjo Mimik Idayana Evakuasi Kakek ‘Sebatang Kara’ ke Yayasan Miliknya

SIDOARJO, SURYAKABAR.com – Wakil Bupati Sidoarjo, Mimik Idayana, mengevakuasi Tasripan, kakek ‘sebatang kara’ yang hidup di sebuah gubug di Desa Ketapang, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo ke yayasan miliknya di Desa Sugihwaras, Kecamatan Candi. Tasripan merupakan korban luapan lumpur Porong yang rumahnya dalam Peta Area Terdampak (PAT) atau telah tenggelam.

Mimik tiba di gubug yang telah dihuni Tasripan sejak 2013 lalu pada pukul 14.45 WIB, Senin (19/5/2025). Dia datang bersama pengurus BAZNAS Kabupaten Sidorjo, perangkat desa serta kecamatan.

Mimik nampak mengelus dada melihat kondisi gubug Kakek Tasripan di atas Sungai Ketapang atau sisi Utara tanggul penahan lumpur.

Tanpa banyak dialog, Mimik langsung menawari Tasripan tinggal di yayasan miliknya yang disambut anggukan kakek 77 tahun ini.

Baca Juga:  Aktivis Lingkungan dan Mahasiswa Berharap Penggunaan Sampah Plastik untuk Bahan Bakar Pembuatan Tahu di Krian Dihentikan

“Kondisi beliau sangat memprihatinkan, maka itu langsung saya tawari tinggal di yayasan. Di sana ada yang mengurus dan mengawasi. Tinggal fokus beribadah, jadi tidak memulung lagi,” pesan Mimik

Ia berpesan kepada warga, bila menjumpai lagi orang ‘sepuh’ yang sebatang kara, agar segera melapor. “Langsung saja hubungi saya. Nomer saya siaga 24 jam,” kata Mimik.

Selama ini, Kakek Tasripan, hidup seorang diri di sebuah gubug reot di Desa Ketapang. Gubugnya terletak di bawah tanggul penahan lumpur atau bersebelahan dengan Sungai Ketapang. Saat suryakabar.com melihat isi gubugnya, sangat memprihatinkan.

Baca Juga:  Jemaah Calon Haji Gelombang Kedua Embarkasi Surabaya Langsung Kenakan Ihram saat Berangkat dari Asrama Haji

Di dalam gubug dari papan seluas sekitar 4 meter persegi ini, hanya ada tempat tidur dari bambu serta sepeda tua. Bajunya pun hanya ada dua helai. Kaos yang ia pakai dan baju batik motif udang bandeng yang ia simpan, serta satu buah celana.

Sehari-hari, dengan sepeda tua nya, Tasripan berkeliliing mencari botol bekas dengan rute Tanggulangin – alun alun dan Tanggulangin – Tulangan.

Bagi Tasripan, tubuh ringkihnya tak lantas membuat ia menyerah meskipun hasil dari memungut botol plastik bekas tak seberapa.

“Setiap pagi atau siang, saya bekerja mencari botol bekas dan baru pulang sekitar jam lima sore. Rata-rata dapat Rp 20 ribu per hari,” tuturnya.

Baca Juga:  Pangdam Hasanuddin Pimpin Panen Raya Demplot Padi di Maros

Baginya, uang tersebut cukup untuk makan dua kali sehari. Pagi dan siang menjelang sore. Meskipun hasil memulung botol plastik bekas tak seberapa, namun ia pantang meminta-minta.

Sejatinya, Kakek Tasripan tak benar-benar sebatang kara. Ia memiliki tiga anak yang salah satunya tinggal di Desa Kalitengah, tak jauh dari gubug tempat ia tinggal. “Lama sekali tidak menjenguk, Lebaran juga tidak mendatangi,” ucapnya.

Tasripan juga mempunyai anak laki-laki yang berprofesi sebagai abdi negara yang berdinas di Kabupaten Malang. “Anak-anak saya tidak ada yang peduli,” ucapnya. Kali ini Tasripan tak lagi bisa membendung kekecewaannya. Air matanya tumpah. (sat)