Opini
PROBLEMATIKAN KONDISI FISIK PEMAIN SEPAK BOLA INDONESIA (2) : Perlu Perhatian Sejak Kelompok Kids Soccer

Ketika kualitas kondisi fisik pemain di level senior kurang bagus, baik di Tim Nasional maupun di Klub yang berkompetisi di kasta tertinggi bukan berarti masa pemusatan latihan dan program latihannya kurang bagus.

Keterkaitan dengan fase pembinaan yang mereka jalani sejak usia dini memiliki korelasi yang sangat signifikan. Program latihan yang mereka dapatkan, keterlibatan dalam proses latihan dan bermain pada kompetisi serta asupan gizi dan pola hidup menjadi faktor penentu terbentuknya kondisi fisik yang baik bagi seorang pesepakbola.

Dalam Youth Football, buku panduan pembinaan pemain usia muda yang diterbitkan FIFA disebutkan, komponen utama kondisi fisik yang perlu dikembangkan bagi pemain sepak bola meliputi kecepatan (speed), daya tahan (endurance), kekuatan (streght), kelenturan (suppleness) dan koordinasi (coordination).

Komponen dasar ini selanjutnya bisa dikembangkan menjadi komponen lainnya seperti power (speed+strength), stamina (speed+endurance), Agility (speed+suppleness+coordination) dan Muscles Stregth Endurance.

Lalu bagaimana mengembangkan komponen kondisi fisik tersebut pada anak usia dini? Seperti penulis sampaikan pada artikel sebelumnya, disinilah problem besar yang sesungguhnya.

Keterbatasan tenaga pelatih yang benar-benar memiliki kapasitas dalam pengembangan kondisi fisik sangat terbatas, khususnya di tataran Grassroots.

Masih banyak pelatih yang sekadar berbekal pengalamannya sebagai mantan pemain. Akhirnya pengalaman yang diperolehnya ketika menjadi pemain ditransfer begitu saja kepada anak asuhnya.

Metodologi dan dosis latihan yang mereka terapkan ke anak-anak lebih mengadaptasi kepada pengalaman yang diperolehnya selama menjadi pemain.

Saat ini, anak usia 5-6 tahun sudah mulai dikenalkan dengan sepak bola. Mereka dikenal dengan kelompok Kids Soccer dan ditangani secara khusus oleh pelatih yang sudah berlisensi.

Federasi sepak bola Jepang, Japan Football Association (JFA) termasuk asosiasi yang memberi perhatian besar terhadap pembinaan kelompok usia tersebut.

Ciri utama pada kelompok usia 5-6 tahun adalah rendahnya konsentrasi dan koordinasi gerak karena mereka baru mengenal permainan sepak bola. Untuk membentuk kedua aspek tersebut dapat dilakukan melalui pendekatan permainan yang menyenangkan.

Jangan terlalu sering dihentikan ketika mereka sedang menikmati permainan. Melalui permainan tersebut, gerak dasar yang dibutuhkan dalam permainan sepak bola akan terbentuk dengan sendirinya. Konsentrasi dan koordinasinya akan tumbuh sejalan dengan frekuensi kehadiran mereka di lapangan.

Pada pembelajaran koordinasi terdapat prinsip-prinsip yang harus dipahami oleh pendamping mereka di lapangan, yakni ORDER (Orientation, Rhythm, Differentiation, Equibrium dan Reaction).

Orientation, berkaitan dengan belajar penempatan posisi di antara ruang, bola dan tubuhnya dengan lawan. Rhythm, hubungannya dengan irama atau tempo variasi gerakan yang dilakukan anak.

Differentiation, pembelajaran tidak boleh monoton, terutama masalah intensitasnya. Anak diberikan waktu untuk relaksasi karena otot-otot mereka belum mampu menjalankan rangkaian belajar gerak dalam waktu yang relatif lama.

Equibrium, terkait keseimbangan tubuh dalam melakukan gerak dasar. Reaction, berkenaan dengan belajar reaksi terhadap respon yang nantinya menghasilkan aksi atau gerak yang dibutuhkan.

Pelatih pada kelompok 5-6 tahun sangat perlu untuk memahami pengetahuan dasar-dasar belajar gerak dan dituntut memiliki kesabaran dan ketelatenan dalam menjalankan prinsip-prisip belajar gerak agar anak dapat memperoleh hasil belajar seperti yang diharapkan.

Selain konsentrasi dan koordinasi, kelentukan (suppleness) juga menjadi perhatian untuk dikembangkan pada kelompok usia ini.

Kelentukan terkait dengan keluasan kinerja otot dan persendian dalam melakukan gerakan. Pada tahap pengembangan gerak selanjutnya, kelentukan nantinya akan menjadi penyangga terhadap kemampuan kelincahan (agility) anak.

Kebutuhan frekuensi belajar untuk anak usia 5-6 tahun cukup seminggu dua kali dengan durasi latihan setiap kali pertemuan 60-75 menit sudah cukup. Tidak perlu seorang anak dipaksakan berlatih berlebihan karena mereka masih memiliki rasa bosan yang tinggi.

Menjaga suasana hati (mood) mereka agar tetap mau hadir ke lapangan jauh lebih penting daripada memberikan frekuensi berlatih lebih banyak kepada anak dalam setiap pekannya.

Pembelajaran gerak dan pembentukan kondisi sangat dianjurkan menggunakan bola. Ketika anak belajar gerak dasar sepak bola bukan berarti tanpa menggunakan bola. Pendekatan holistik dengan menggunakan bola sebagai media belajar akan memiliki manfaat ganda, yaitu tercapainya pembentukan kondisi fisik sekaligus teknik dan taktik dasar permainan. (*/bersambung)

Penulis : Imam Syafii
Dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan
Universitas Negeri Surabaya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *