Catatan Sepak Bola
Prize Money Dalam Pandangan Anak Usia Dini

Pemberian hadiah uang atau prize money pada event sepak bola usia dini sering diperdebatkan. Ada pihak yang tidak sependapat, karena terkait perkembangan motivasi anak dikemudian hari. Tetapi ada pihak yang tidak mempermasalahkan, karena hadiah tersebut nantinya bisa digunakan bersama untuk kepentingan timnya.

Induk organisasi sepak bola seperti FIFA hingga PSSI memang tidak melarangnya, namun dalam panduan pelaksanaan turnamen usia muda, mereka menyarankan, reward yang diberikan kepada tim tidak dalam bentuk uang tunai.

Mereka menyarankan dalam bentuk peralatan latihan atau barang yang bisa memberikan kenangan kepada pemain dalam kurun waktu yang lama, seperti medali, plakat, piagam dan sejenisnya.

Pengalaman penulis mengikuti beberapa turnamen di luar negeri walaupun biaya pendaftarannya relatif lebih mahal dari yang diselenggarakan di Indonesia, belum pernah ada yang memberikan hadiah uang tunai.

Dari sudut pandang pemain, sebenarnya masalah hadiah dalam bentuk piala maupun uang tidak terlalu mempermasalahkan. Hasil penelitian Murray Halls di Australia menunjukkan, anak-anak justru lebih mengedepankan partisipasinya pada tim bersama teman-temannya daripada mengejar hadiah.

Mereka bisa masuk tim sudah merupakan kebanggaan tersendiri, masalah hadiah yang akan diperoleh tidak terlalu mempersoalkan. Dari sisi pelatih bisa jadi hadiah uang yang ditawarkan panitia penyelenggara turnamen menjadi daya tarik tersendiri karena lebih dipandang sebagai sebuah kebutuhan.

Survey yang dilakukan kepada anak-anak di Australia menyebutkan, paling tidak terdapat tiga alasan penting bagi seorang anak untuk bermain sepak bola.

Pertama, untuk mendapatkan kesenangan dari permainan olahraga yang mereka pilih. Kedua, untuk mendapatkan teman melalui interaksinya dengan komunitas anak lainnya yang mempunyai kegermaran sejenis. Ketiga, untuk bermain dan belajar permainan sepak bola lebih mendalam.

Ketiga alasan inilah yang seharusnya dipahami pelatih, pengurus dan orang tua. Tuntutan menang dan juara dalam setiap mengikuti turnamen sebaiknya tidak dibebankan pada mereka.

Ada fase berikutnya, tuntutan menang dan juara itu disampaikan kepada anak-anak, yakni ketika mereka sudah berada pada fase Train to win. Fase ketika mereka sudah memasuki usia kompetisi resmi 17-18 tahun ke atas. Pada rentang usia tersebut kapasitas fisik, teknik, taktik, mental dan personalitinya sudah terbentuk.

Ketika hadiah uang menjadi tujuan utamanya, tidak menutup kemungkinan sebuah tim menempuhnya dengan segala cara untuk mencapai tujuan itu. Mulai dari mengambil pemain dari berbagai tempat hingga pemalsuan identitas anak.

Kasus pencurian umur yang selama ini terjadi dalam dunia sepak bola usia dini salah satu penyebabnya karena kondisi tersebut. Cara-cara seperti ini dipastikan akan mengorbankan sebagian anak, bila anak secara kualitas dinilai kalah dengan pemain yang diambil dari tempat lain.

Jika ini terjadi, maka ketidakpuasan orang tua yang anaknya tidak terpilih masuk tim dipastikan akan terjadi. Dampak terburuknya adalah wadah pembinaan itu secara internal akan memunculkan konflik antar orang tua, pelatih dan manejemen. Konflik pada akhirnya bisa menyebabkan wadah itu ditinggal siswanya atau bahkan bubar karena kondisinya yang sudah tidak kondusif lagi.

Menyikapi perbedaan persepsi masalah perlu tidaknya hadiah uang bagi anak usia dini tidak lepas dari pemahaman kita menanamkan motivasi untuk anak itu sendiri.

Leslie Samuel Greenberg, pakar psikologi asal Kanada menyatakan, motivasi adalah proses membangkitkan, mengarahkan dan memantapkan arah perilaku untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.

Jika dikaitkan dengan kondisi anak usia dini yang sedang belajar segala aspek permainan sepak bola, agaknya tujuan yang dikehendaki lebih kepada penguasaan keterampilan bermain sepak bolanya. Ini motivasi yang harus dibangkitkan dan arahkan kepada anak agar hadiah di akhir turnamen tidak ditempatkan sebagai tujuan utama.

Dalam dunia psikologi, dikenal dua jenis motivasi, yaitu motivasi instrinsik (dorongan dari diri sendiri) dan motivasi ekstrinsik (dorongan dari luar).

Motivasi yang datang dari dalam diri seorang jauh lebih penting daripada motivasi yang datangnya dari luar. Pengalaman di lapangan menunjukkan, ciri anak anak yang memiliki motivasi tinggi dapat dilihat dari frekuensi kehadiran dan kesungguhannya dalam mengikuti program latihan di lapangan. Mereka cenderung berlama-lama di lapangan walaupun program latihan untuknya sudah selasai. Biasanya mereka masih menyempatkan bermain sendiri atau bersama teman-temannya di tepi lapangan dengan bola.

Salah satu faktor eksternal yang mempunyai kontribusi besar terhadap perjalanan karir anak adalah peran orang tua. Tingginya motivasi anak untuk belajar sepak bola harus dipahami orang tua dalam memenuhi kebutuhannya, seperti kebutuhan menjalani proses latihan, nutrisi dan istirahatnya. Orang tua berperan sebagai disainer dalam membangkitkan, mengarahkan dan memantapkan agar anak tidak keluar dari koridor sepak bola.

Sebuah keniscayaan bahwa proses menuju puncak prestasi seorang anak membutuhkan waktu panjang dan dinamika yang luar biasa. Ketekunan, disiplin, kerja keras, kesabaran dan finansial akan menjadi kunci yang mengiringi perjalanan karir mereka. (*)

Penulis : Imam Syafii – Dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan Universitas Negeri Surabaya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *