Mahasiswa Teknik Mesin UMM Ciptakan Alat SLEST, Bantu Pekerja Proyek

MALANG, SURYAKABAR.com – Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Abi Mufid Oktavio dan Farhan Rahmatullah berhasil membuat SLEST (Stopper Sleeping Vest).

Berkat inovasi ini, mereka sukses membawa pulang medali perak dalam ajang Asean Innovation Science Environment and Entrepreneur Fair (AISEEF), April 2024 lalu.

AISEEF adalah acara tahunan yang diselenggarakan Indonesian Young Scientist Association (IYSA). Tahun ini, AISEEF diikuti 447 tim dari 17 negara, termasuk Uni Emirat Arab, Kazakhstan, Rumania, Iran, Yunani, Turki, Makedonia, Portugal, Amerika Serikat, Korea Selatan, Tiongkok, Thailand, Singapura, Hong Kong, Filipina, Malaysia, dan Indonesia.

Baca Juga:  UMM Bangun Gedung Kuliah Bersama Berbasis Smart and Green Building

Mufid, selaku ketua tim mengatakan, alat yang dibuat bernama SLEST (Stopper Sleeping Vest). Alat tersebut dioptimalisasikan dengan alat deteksi detak jantung untuk melihat tingkat produktivitas pekerja saat di lapangan.

“Melalui SLEST ini, kita bisa melihat tingkat kepenatan para pekerja yang terpantau di layar monitor. Ketika pekerja mengalami kelelahan dan detak jantung berdetak lebih kencang, akan muncul lampu warna merah dan suara peringatan,” jelasnya.

Lebih lanjut, mahasiswa semester empat itu juga menjelaskan, pembuatan alat SLEST membutuhkan vests pekerja proyek, alat arthritis dan pendeteksi detak jantung. Dengan begitu, alat tersebut bisa digunakan. Adapun latar belakang pembuatan alat ini karena ia menemukan banyak kasus pekerja proyek yang terkena serangan jantung akibat sering lembur hingga larut.

Baca Juga:  ITN Malang Dukung Penataan Kawasan Soekarno-Hatta Jadi Wisata Milenial

“Kami juga menggunakan push pull elektronik yang dikombinasikan dengan baterai dan alat arthritis. Kemudian disambungkan dengan sensor yang telah disetting menggunakan coding yang kami buat. Sensor ditempelkan di vests dan sensor detak jantung diberi lapisan plastik klip agar tidak bersentuhan langsung dengan keringat. Sensor akan error ketika terkena air,” katanya.

Sensor akan menyala dan berbunyi ketika mendeteksi detak jantung dibawah 50 determinate. Mufid juga menjelaskan, alat SLEST ini telah diuji coba saat praktikum dan digunakan pekerja proyek.

“Menurut pekerja proyek yang diuji, awalnya memang pemakaiannya kurang nyaman karena perlu dekat dengan nadi. Namun demi keselamatan nyawa, ini menjadi hal yang memang diperlukan,” tambahnya.

Baca Juga:  FH Universitas Brawijaya Perluas Jaringan Internasional Bersama Universitas Leeds

Mahasiswa asli Kabupaten Malang itu juga menceritakan proses perlombaan. Juri yang menilai tidak hanya dari Indonesia, tapi juga dari Malaysia, Amerika Serikat, dan lainnya.

Aspek yang dinilai di antaranya kesesuaian tema yang dibawakan, urgensi pada sosial, dampak yang diberikan untuk masyarakat, dan kreativitas yang dibawakan.

Ke depannya ia dan tim ingin memodifikasi kembali alat yang dibuatnya menjadi lebih tipis sehingga pemakaiannya lebih nyaman dan efektif. Ia juga akan mengupgrade coding pada alat sensor deteksi agar bisa lebih lepas.

“Ini masih dalam proses paten. Semoga ini bisa menjadi alat yang bermanfaat, terutama bagi kesehatan dan kebugaran pekerja proyek,” pungkasnya. (abs)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *