Kisah Bima Rafsanjani, Mahasiswa UB yang Terpilih Jadi Anggota DPRD Jatim Termuda
MALANG, SURYAKABAR.com – Mahasiswa Departemen Sosiologi FISIP Universitas Brawijaya, Bima Rafsanjani Rafid terpilih menjadi anggota DPRD Jatim periode 2024-2029 pada Pemilu 2024. Dengan usianya yang baru 21 tahun, Bima bakal menjadi anggota DPRD Jatim termuda.
“Kalau untuk DPRD Jatim, betul saya yang paling muda di antara yang terpilih. Usia saya 21 tahun,” ucap Bima, Sabtu (6/4/2024).
Bima Rajsanjani ikut kontestasi dalam Pemilihan Legislatif 2024 melalui Partai Gerindra. Dia bertarung di Dapil 4 Jatim (Banyuwangi, Bondowoso, Situdondo). Meski merupakan newcomer, Bima mampu meraih 78.656 suara.
“Jujur perolehan jumlah suara itu di luar ekspektasi saya. Karena hitungan saya sebenarnya masih dibawah itu,” ucapnya.
Apalagi menurut Bima, hasil ini membuat dia mengalahkan satu incumbent yang sebelumnya pernah menjadi anggota DPRD Jatim periode 2019-2014.
“Di dapil Jatim 4 itu ada 9 kursi. Nah dari 9 itu, 8 di antaranya incumbent lolos lagi dan saya mengalahkan 1 incumbent yang lain,” papar mahasiswa FISIP Angkatan 2020 ini.
Bima mengaku faktor usianya yang masih muda membuat dia dan pemilih menjadi lebih dekat. “Pemilih ingin ada inovasi dan visi misi baru untuk wilayahnya. Karena bagi mereka jika ada anak muda bisa sepemikiran dan sefrekuensi,” tuturnya.
Bima Rafsanjani dibesarkan di keluarga politik. Ayahnya, Ir Sumail Abdullah juga terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2024-2029. Namun bagi Bima, bukan hal itu faktor utama dia memilih menjadi caleg.
“Saya melihat demokrasi di Indonesia sedang naik daun. Anak muda sekarang banyak yang ditarik untuk bisa jadi caleg. Apalagi ada bonus demografi sekarang karena 60 persen pemilih dari Gen Z dan milenial,” paparnya.
“Tidak heran kemudian jika parpol banyak yang merekrut anak muda. Dari hal itulah kemudian saya tertarik mendaftar jadi calon legislatif,” sambung Bima.
Meski tergolong pemula, Bima memberanikan diri maju di kontestasi DPRD Jatim dan tentu harus bertarung di wilayah yang lebih luas. Bima mengaku dirinya memilih jalur ini karena merasa tertantang.
“Memang biasanya pemula kalau maju di tingkat kabupaten/kota saja. Tapi jika terpilih hanya mewakili 2 atau 5 kecamatan saja. Saya berpikir kalau saya maju di tingkat provinsi akan bisa berbuat lebih banyak terutama di 3 kabupaten Banyuwangi, Bondowoso dan Situbondo,” jelasnya.
Dorongan dari masyarakat kata Bima juga menjadi motivasi baginya yang kemudian memberanikan diri maju di kontestasi pemilihan DPRD Jatim.
“Dorongan masyarakat saya jadikan sebagai semangat untuk mencoba hal yang mungkin banyak orang di luar untuk pemula seperti saya agak mustahil jika langsung maju ke tingkat provinsi,” tegasnya.
Bima tinggal menunggu pelantikan. Baginya setelah pelantikan nanti tentu kinerjanya bakal disorot masyarakat. Karena itulah, dia berkomitmen menjaga integritas, prinsip dan janji yang pernah dia ungkapkan.
“Tentu jika saya tidak bisa menepati janji-janji saya waktu kampanye bisa-bisa saya tidak akan dipilih lagi di kemudian hari,” tegasnya.
Bima mengakui ilmu yang dia dapat dari Departemen Sosiologi selama ini menjadi bekal dia untuk berkontestasi.
“Karena di Sosiologi itu kan mengajarkan bagaimana kita di masyarakat itu bisa berinteraksi sosial, menjalin kedekatan dengan masyarakat sampai bisa mendapatkan kepercayaan dari mereka,” jelasnya.
“Bagaimana caranya kita bisa menggaet kelompok masyarakat yang berbeda agama, keyakinan, kultur dan budaya, nah dari situlah ilmu atau rumus-rumus yang saya dapatkan selama berkuliah di Sosiologi UB ini,” sambung pria asal Banyuwangi ini.
Karena itulah, Bima mengucapkan terima kasih kepada Departemen Sosiologi dan FISIP UB karena beberapa saran dari civitas akademika selama proses kampanye yang dia lakukan mampu dijalankan dengan baik.
Keberhasilan Bima meraih satu kursi di DPRD Jatim tentu membuatnya ingin berbagi tips jikalau ada civitas akademika di FISIP yang juga akan berkarir di politik. Salah satu kunci menurut Bima adalah mental yang kuat. Selain itu, ia juga mengingatkan perihal investasi sosial.
“Investasi sosial paling penting, supaya kita bisa lebih dikenal dan bisa memberikan banyak sumbangan positif untuk masyarakat, terus masyarakat juga jadi bisa tahu kedepannya kita mau melakukan apa saja untuk kedepannya,” papar pria yang sebentar lagi akan berusia 22 tahun ini.
Bima mengakui jika investasi sosial yang telah ditanam sudah berbuah saat ini. Dia juga tak menampik ada modal lain yang dia keluarkan untuk kontestasi di Pemilu kemarin.
“Saya menjadi saya yang sekarang bukan karena saya merasa hebat, tapi saya bisa menjadi seperti sekarang juga karena teman-teman saya yang sudah banyak mendukung saya. Jujur untuk masalah modal, mungkin saya adalah yang paling bawah. Maka dari itu investasi sosial yang saya tanam akhirnya bisa berbuah jadi kepercayaan untuk saya menjadi perwakilan rakyat di tingkat Provinsi,” tegasnya.
Karena itulah, Bima ingin agar civitas akademika juga tak segan mengisi pos pos politik. Sebab menurutnya dengan bekal ilmu pengetahuan di ranah akademis golongan intelektual bisa menjadi pemimpin atau politikus, sehingga kedepannya demokrasi di Indonesia bisa berkembang ke arah yang lebih baik.
“Tentu kemudian bisa sama-sama mencetuskan substansi edukasi politik yang lebih mencerdaskan dan menggugah, bukan cuma dari retorikanya saja. Ini karena masyarakat pun berharap bisa punya sosok politikus yang memiliki kualitas yang bagus, dilihat dari wawasan dan kepintarannya, serta visioner hingga ke masa depan,” pungkas Bima Rafsanjani. (abs)