Pradana Boy Wakili Muhammadiyah Kaji Hukum Islam di Filipina
MALANG, SURYAKABAR.com – Dosen Hukum Keluarga Islam (HKI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Pradana Boy ZTF, MA., P.hD, diundang menjadi pembicara di 1st National Summit on Shari’ah di Filipina.
Mewakili Pimpinan Pusat Muhammadiyah, ia hadir pada 5-6 Maret 2023 pada acara yang diselenggarakan Supreme Counts of the Republic of Philippines. Pertemuan dilaksanakan di Mindanao yang menjadi 80 persen populasi muslim di Filipina.
Boy, sapaannya, menjelaskan, pertemuan tersebut merupakan ikhtiar untuk membawa hukum Islam pada konteks yang lebih luas di masyarakat. Selain dari Indonesia, adapula dua pembicara dari Mesir dan Malaysia.
“Sebenarnya hukum Islam telah berlaku di Filipina, tetapi institusi hukumnya baru ada di Mindanao. Maka, salah satu tujuan kegiatan ini adalah untuk menjamin keberadaan institusi hukum Islam di seantero Filipina. Terdapat tiga negara yang diundang, yaitu Indonesia, dalam hal ini Muhammadiyah yang diminta, Malaysia dan Mesir. Perwakilan dari Mesir cukup istimewa yakni Duta Besar Mesir untuk Filipina, karena kebetulan ia memang ahli hukum Islam,” katanya.
BACA JUGA:
Dalam diskusi itu, eks staf khusus Presiden Indonesia tersebut menjelaskan mengenai penerapan hukum Islam di Indonesia.
Ia memaparkan pengalaman Indonesia dalam menerapkan syariah dari masa ke masa. Mulai dari sebelum kemerdekaan hingga masa reformasi. “Hal ini tak lepas dari tujuan pertemuan ini yakni mempelajari pengalaman-pengalaman negara lain,” tambahnya.
Dalam penjelasannya, ia mengatakan, penerapan hukum Islam di Indonesia sudah ada sebelum Indonesia Merdeka. Hal tersebut dibuktikan dari pelaksanaan hukum-hukum yang dilakukan kesultanan-kesultanan Islam yang ada di nusantara.
Misalnya, di Jawa yang terdiri dari Demak, Banten, Mataram, Pajang, dan lainnya. Pun dengan Sumatera yang diisi dengan Kesultanan Palembang, Samudera Pasai hingga Kesultanan Aceh. Hal serupa juga terjadi di pulau lain bahkan hingga Kesultanan Bima.
Maka menurutnya, hukum Islam sebenarnya telah berlaku di kesultanan-kesultanan dengan aneka variasi dan tingkatan. Namun, terdapat pasang surut dalam pelaksanaannya di Indonesia. Apalagi saat Belanda datang melalui VOC.
“Pada saat itu, hukum Islam tetap diberlakukan, karena VOC memberikan keleluasaan kepada umat Islam untuk menjalankan hukum Islam. Tetapi setelah keberadaan VOC digantikan Kerajaan Belanda, hukum Islam mengalami dinamika yang pasang surut,” tegasnya.
Hukum Islam kemudian berlaku bagi umat Islam secara formal pada masa Orde Baru melalui pengesahan Undang-Undang Perkawinan 1974, lalu pendirian Pengadilan Agama pada 1989.
Lalu penyusunan Kompilasi Hukum Islam pada 1991, dan banyak lagi. Sementara pada Era Reformasi, pemberlakuan hukum Islam lebih banyak pada wilayah ekonomi Islam.
“Semoga paparan ini sedikit banyak dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan hukum Islam di Filipina. Berangkat dari pengalaman Indonesia dan belajar darinya,” pungkas Boy. (abs)