Kolom
Inter Ahli Waris Catenaccio
Now they call it Cholismo, but it’s just Catenaccio – Hernan Crespo
Crespo mempunyai penilaian terhadap cara main yang dikembangkan Diego Simeone di Atletico Madrid. Menurut ex goal getter ini taktik kompatriotnya itu tak lebih dari taktik kuno yang membawa Italia kepada kemegahan filosofi sepak bola yang bernama Catenaccio. Sebuah taktik sepak bola yang mengutamakan sisi pertahanan. Biasa disebut saat ini dengan negative football. Ditemukan oleh Karl Lappan, sistem pertahanan gerendel ini sulit dipisahkan dari identitas sepak bola Italia.
Ketika Johan Cruyff mengatakan, winning is just one day, a reputation can last a lifetime, dia sedang memuji apa yang pernah dilakukannya baik saat di Belanda maupun di Barcelona.
Team Catalan tersebut bermain dengan gaya tiki taka yang merupakan evolusi dari total football. Ofensif dengan banyak menguasai bola, dan pada saat kehilangan bola segera berusaha merebut kembali secara keroyokan.
Tiki Taka adalah egoisme dalam sepak bola. Lawan kata dari Catenaccio. Tetapi pada kenyataannya bermain bertahan juga bisa menang, bermain bertahan juga bisa juara, bermain bertahan juga akan terkenang. Quote Cruyff seharusnya juga berlaku untuk Catenaccio. Yang reputasinya tetap ada hingga kini.
Helenio Herrera sudah dalam ancaman pemecatan saat Nerazzurri akan memasuki musim ketiga. Strategi menyerang yang dia bawa dari Barcelona tak bisa diterapkan di Inter. Disinilah kemudian karakter Inter terbentuk. Inter adalah bertahan. Karakter La Beneamata adalah defensive football.
Herrera seperti mendapatkan wangsit. Il Mago melakukan perubahan pendekatan taktik. Fokus kepada kemenangan. Kebobolan minimal. Dia mulai bermain dengan libero. Merapatkan lini tengah dan siap mengancam dengan serangan balik.
Catenaccio menjadi prinsip tapi tetap mempunyai counter attack yang menakutkan. Aktor utama dari cara main ini adalah Giacinto Facchetti, full back yang produktif mencetak gol.
Bersama pelatih penuh kharisma dari Argentina ini, Inter sukses meraih gelar di Italia dan Eropa. Ini adalah Grande Inter jilid 1. Presiden Angelo Moratti mendapat hadiah scudetto musim 1962/1963, 1964/1965, 1965/1966, juara Eropa musim 1963/1964 dan 1964/1965.
BACA JUGA:
Giovanni Trapattoni dan Luigi Radice melakukan modernisasi Catenaccio dengan mengembangkan pendekatan taktik yang kemudian dikenal dengan zona mista. Bertahan dengan kuat, menjaga daerah, lebih fleksible dan melakukan serangan balik dengan sedikit sentuhan.
Mr. Trap kemudian dikenal sebagai The King of Catenaccio. Bahkan diakhir karir melatihnya dia tetap memegang prinsip Catenaccio untuk digunakan Tim Nasional Republik Irlandia.
Trap tak suka dengan possession football, dia menganggap hal itu seperti orang yang terlalu banyak bicara. Di Nerazzurri, Trap beruntung memiliki bek tangguh sekelas Giuseppe Bergomi dan full back Andreas Brehme.
Di lini tengah, Trap memaksimalkan periode emas dari Lothar Matthaus sebagai regista. Trapattoni yang saat bermain dibesarkan AC Milan ini tercatat dalam sejarah Inter sukses di Italia dan Eropa dengan mempersembahkan scudetto musim 1988/1989 dan UEFA Cup musim 1990/1991 untuk Interisti dan Presiden Ernesto Pellegrini.
Jose Mourinho pernah ditolak saat melamar sebagai manager Barcelona. Padahal Mourinho pernah mengabdi di tim Catalan tersebut saat menjadi penerjemah bagi Bobby Robson.
Tentu ada alasan dibalik penolakan itu. Dan satu yang pasti adalah filosofi bermain. Manajemen Barca tentu berpegang kepada cara pandang bermain.
Mourinho bukan orang yang tepat untuk menang dengan bermain cantik. Dan jodohnya Mou memang dengan Inter. Mou bukanlah pelatih yang menikmati penguasaan bola, bahkan dia rela kehilangan bola. Tapi disaat lawan berbuat kesalahan, maka Mou akan dapat melakukan counter attack yang mematikan.
Dua gol Inter saat final Liga Champion melawan Bayern Muenchen didapat dari skema counter attack yang dieksekusi sempurna oleh Diego Milito. Tak mau disebut sedang parkir bus, coach asal Portugal ini mengatakan, timnya adalah pesawat terbang yang siap mengancam dari sayap.
Di Inter, pemain sekelas Samuel Eto’o dan Goran Pandev rela harus berjibaku membantu pertahanan. Catenaccio ditambah dengan detil dan pragmatis ala Mourinho tersaji komplet ketika Inter mengalami kekalahan terindah di Nou Camp saat semifinal Liga Champion musim 2009/2010.
Bersama Javier Zanetti, Mourinho yang dianggap sebagai titisan Helenio Herrera mempersembahkan kepada Massimo Moratti scudetto musim 2008/2009 dan 2009/2010 serta piala Liga Champion Eropa musim 2009/2010. The special one bawa La Beneamata sukses juara di Italia dan Eropa. Grande Inter jilid ke-2.
Tak bisa dipungkiri Catenaccio melekat dengan sejarah Inter. Ada benang merah antara Herrera, Trapattoni dan Mourinho.
Ketika AC Milan bermain dengan cara menyerang yang dinamis dan Juventus dikenal dengan sepak bola yang efektif, pertahanan kuat adalah karakter Inter yang sesungguhnya.
Bersama pelatih yang mengagungkan pertahanan sebagai senjata, Inter sukses di Italia dan Eropa, bahkan dunia. Inter adalah ahli waris kekayaan sepak bola Italia yang bernama Catenaccio.
Juga menarik, ternyata zona keemasan Nerazzurri sukses di Italia dan Eropa berada dalam periode 20 tahunan. Herrera 1970 an, Trapattoni 1990 an, dan Mourinho 2010. Hingga 2020 ini kemungkinan besar Interisti harus tetap mengelus dada.
Roberto Mancini memang persembahkan piala, tapi tidak di Eropa. Luigi Simoni bawa Inter juara di Eropa tapi tidak di Italia. Mereka tak memegang Catenaccio sebagai jimat. Mancini malahan mengkhianati Catenaccio. Buat dia, Catenaccio adalah masa lalu.
Pelatih yang menyumbang tujuh piala domestik bagi Inter ini mengatakan : Saya suka sepak bola menyerang, saya tahu kami menang empat Piala Dunia dengan memainkan cara Italia. Tapi saya pikir kami bisa memainkan sepak bola yang menyerang di zaman ini, Masa-masa bermain bertahan dengan mengandalkan sepak bola serangan balik telah berakhir. Sayang sekali Mancini menepikan warisan luhur sepak bola negerinya.
Saat ini Inter kesulitan juara di Eropa. Pemain datang dan pergi. Bahkan Presiden juga berganti. Tapi piala dari Eropa di room trophy tak kunjung ada yang datang lagi.
Dari kata-kata Crespo diatas maka Simeone adalah sosok yang mungkin ditakdirkan membawa Inter kembali berjaya di Italia dan Eropa. Il Cholo yang dibesarkan sepak bola Italia dan melatih pertama di benua Eropa bersama Catania adalah pelatih yang mampu organisir pertahanan dengan sangat rigid dan penuh determinasi.
Cholismo yang menjadi cirinya sesuai dengan jalan hidup Catenaccio. Manajemen Inter tinggal pilih, datangkan Simeone atau tunggu Simone Inzaghi menyadari kesalahannya yang saat ini mengutamakan possession dan mengubah menuju prinsip Catenaccio atau zona mista yang sesungguhnya juga dikuasainya.
Biar waktu yang menjawab saat Serie A bergulir lagi nanti setelah jeda internasional ini. Setelah bersua AS Roma di Italia, Inter akan berjumpa Barcelona di Eropa. Forza Calcio. (*)
Penulis: Johan Satrya, Penikmat Liga Italia