Pemerintah Terbitkan 14 Aturan Turunan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan

JAKARTA, SURYAKABAR.com – Pemerintah menerbitkan 14 aturan turunan berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk mengimplementasikan ketentuan pada UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Dalam penerbitannya, pemerintah berupaya merumuskan kebijakan yang seimbang untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional.

Penerbitan PMK tersebut diharapkan dapat memudahkan Wajib Pajak dalam memahami dan melaksanakan amanat terkait kebijakan pada UU HPP.

“Kami berharap agar wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan pada UU HPP serta aturan turunannya,” ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor.

Adapun daftar PMK yang diterbitkan adalah sebagai berikut:

1. PMK Nomor 58/PMK.03/2022 tentang Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut Pajak dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan/atau Pelaporan Pajak yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Transaksi Pengadaan Barang dan/atau Jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah.

Pokok pengaturan PMK tersebut adalah sebagai berikut:

a. Penyerahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh rekanan meliputi penyerahan kepada Instansi Pemerintah dan pihak selain Instansi Pemerintah dalam Sistem Informasi Pengadaan.

b. Pihak Lain sebagai pemungut atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan terdiri dari Ritel Daring Pengadaan dan Marketplace Pengadaan.

c. Pajak yang dipungut oleh Pihak Lain meliputi PPh Pasal 22, PPN, atau PPN dan PPnBM.

2. PMK Nomor 59/PMK.03/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Pemotongan dan/atau Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak bagi Instansi Pemerintah.

Pokok pengaturan PMK tersebut adalah sebagai berikut:

a. Mengatur pengecualian pemotongan dan/atau pemungutan pajak oleh Instansi Pemerintah untuk transaksi yang dilakukan melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah.

b. Mengatur perlakuan pemungutan pajak untuk transaksi yang menggunakan kartu kredit pemerintah bagi pemerintah daerah dan pemerintah desa menjadi sama dengan perlakuan untuk transaksi yang menggunakan kartu kredit pemerintah pusat.

3. PMK Nomor 60/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan melalui Sistem Elektronik.

Pokok pengaturan PMK tersebut adalah sebagai berikut:

a. Dalam hal Pedagang LN atau Penyedia Jasa LN melakukan transaksi dengan Pembeli Barang dan/atau Penerima Jasa melalui Penyelenggara PMSE LN atau Penyelenggara PMSE DN, PPN yang terutang atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean tersebut, dipungut, disetorkan, dan dilaporkan oleh Pedagang LN, Penyedia Jasa LN, Penyelenggara PMSE LN, atau Penyelenggara PMSE DN yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN PMSE; dan menerbitkan commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis.

b. Tarif PPN adalah sebesar 11%, yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022; dan 12%, yang mulai berlaku pada saat diberlakukannya penerapan tarif PPN Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN.

4. PMK Nomor 61/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri.

Pokok pengaturan PMK tersebut adalah sebagai berikut:

a. Termasuk dalam pengertian KMS yaitu kegiatan membangun yang menambah luas bangunan yang sudah ada sebelumnya; dan kegiatan membangun bangunan oleh pihak lain bagi orang pribadi atau badan namun Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan tersebut tidak dipungut oleh pihak lain.

b. PPN Terutang (besaran tertentu) = (20% x Tarif PPN sesuai Pasal 7 ayat (1)) x DPP. Tarif PPN sesuai Pasal 7 ayat (1) adalah sebesar 11% yang mulai berlaku tanggal 1 April 2022; dan 12% yang mulai berlaku pada saat diberlakukannya penerapan tarif tersebut.

c. DPP PPN KMS yaitu berupa nilai tertentu sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan untuk setiap masa pajak sampai dengan bangunan selesai, tidak termasuk biaya perolehan tanah.

d. PPN atas KMS yg telah disetor dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan pajak masukan dan pengisian SSP.

5. PMK Nomor 62/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Liquified Petroleum Gas Tertentu.

Pokok pengaturan PMK tersebut adalah sebagai berikut:

a. Atas bagian harga yang disubsidi, PPN dibayar oleh Pemerintah. Adapun bagian harga tidak disubsidi, PPN dibayar oleh pembeli.

b. PPN yang terutang atas penyerahan bagian harga yang tidak disubsidi:

1) pada titik serah badan usaha dihitung menggunakan Dasar Pengenaan Pajak berupa Nilai Lain; dan

2) pada titik serah agen dan pangkalan dipungut dan disetor menggunakan besaran tertentu.

c. Saat pembuatan faktur pajak atas bagian harga yang disubsidi yaitu pada saat badan usaha mengajukan permintaan pembayaran subsidi kepada KPA; dan untuk bagian harga yang tidak disubsidi dibuat pada saat badan usaha, agen dan pangkalan menyerahkan Liquefied Petroleum Gas Tertentu, atau pada saat pembayaran, dalam hal pembayaran mendahului penyerahan.

6. PMK Nomor 63/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Hasil Tembakau.

Pokok pengaturan PMK tersebut adalah sebagai berikut:

a. Atas penyerahan hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri oleh Produsen; atau hasil tembakau yang dibuat di luar negeri oleh Importir, dikenai PPN dengan menggunakan Nilai Lain sebagai DPP.

b. Nilai lain sebagai DPP untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan hasil tembakau ditetapkan sebesar 100/(100+t) dikali harga jual eceran hasil tembakau. (t) adalah tarif PPN yang berlaku.

c. PPN terutang dihitung dengan mengalikan tarif PPN yang berlaku dengan Nilai Lain sebagai DPP, sehingga PPN yang terutang berdasarkan pembulatan dihitung sebesar:

1) 9,9% (sembilan koma sembilan persen) dikali harga jual eceran hasil tembakau, untuk penyerahan hasil tembakau yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022; atau

2) 10,7% (sepuluh koma tujuh persen) dikali harga jual eceran hasil tembakau, untuk penyerahan hasil tembakau yang mulai berlaku pada saat diberlakukannya penerapan tarif PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN.

7. PMK Nomor 64/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu.

Pokok pengaturan PMK tersebut adalah sebagai berikut:

a. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, terdapat perubahan tarif PPN yang berlaku. PPN yang terutang atas penyerahan BHP Tertentu dihitung dengan menggunakan besaran tertentu yang ditetapkan sebesar 1,1%dari harga jual yang mulai berlaku

1 April 2022; dan 1,2 % dari harga jual yang berlaku sejak diberlakukannya penerapan tarif PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN.

b. Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran PMK.

8. PMK Nomor 65/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas.

Pokok pengaturan PMK tersebut adalah sebagai berikut:

a. PKP yang dapat menerapkan ketentuan ini adalah PKP pedagang kendaraan bermotor bekas yang melakukan kegiatan usaha tertentu berupa penyerahan kendaraan bermotor bekas, baik seluruhnya atau sebagian dan bukan merupakan penyerahan cfm. Pasal 16D UU PPN.

b. Pajak keluaran yang dipungut menggunakan besaran tertentu PPN sebesar 10% x tarif PPN cfm. Pasal 7 ayat (1) UU PPN x Harga Jual. Tarif efektif yaitu 1,1% x Harga Jual, yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022; dan 1,2% x Harga Jual, yang mulai berlaku pada saat diberlakukannya penerapan tarif PPN cfm. Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN.

9. PMK Nomor 66/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian.

Pokok pengaturan PMK tersebut adalah sebagai berikut:

a. Atas bagian harga yang disubsidi, PPN dibayar oleh Pemerintah. Adapun bagian harga tidak disubsidi, PPN dibayar oleh pembeli.

b. PPN yang terutang atas penyerahan bagian harga yang disubsidi dan bagian harga yang tidak disubsidi dihitung menggunakan Dasar Pengenaan Pajak berupa Nilai Lain.

c. Saat pembuatan faktur pajak atas penyerahan pupuk bersubsidi yaitu saat produsen mengajukan permintaan pembayaran subsidi kepada KPA; dan saat penyerahan pupuk bersubsidi kepada distributor, atau saat pembayaran, dalam hal pembayaran mendahului penyerahan.

10. PMK Nomor 67/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Agen Asuransi, Jasa Pialang Asuransi, dan Jasa Pialang Reasuransi.

Pokok pengaturan PMK tersebut adalah sebagai berikut:

a. Sebagai pemungut PPN, Perusahaan Asuransi & Perusahaan Reasuransi wajib melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN atas pembayaran komisi jasa agen asuransi dan jasa pialang asuransi/reasuransi.

b. PPN dipungut dengan besaran tertentu, yaitu 10% x tarif PPN Ps 7 (1) UU HPP x komisi/fee, untuk agen asuransi; atau 20% x tarif PPN Ps 7 (1) UU HPP x komisi/fee, untuk broker asuransi/reasuransi.

c. Penyederhanaan administrasi untuk agen asuransi, agen asuransi wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan kemudian dianggap telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), tidak wajib e-Faktur, dan tidak melaporkan SPT Masa PPN.

11. PMK Nomor 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.

Pokok pengaturan PMK tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kripto bukan mata uang atau surat berharga tetapi merupakan barangberupa hak dan kepentingan lainnya yang berbentuk digital. Oleh karena itu, PPN memandangnya sebagai BKP tidak berwujud.

b. Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) yang memfasilitasi transaksi perdagangan Aset Kripto (exchanger atau Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) yang terdaftar di BAPPEBTI dan penyelenggara jasa dompet elektronik Aset Kripto) ditetapkan sebagai pemungut PPN atas penyerahan Aset Kripto oleh penjual kepada pembeli.

c. PPN yang terutang atas perdagangan kripto dipungut dan disetor oleh PPMSE dengan besaran tertentu (Pasal 9A UU PPN) sebesar:

1) 1% dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi Aset Kripto, dalam hal PPMSE merupakan Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK);

2) 2% dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi Aset Kripto, dalam hal PPMSE bukan merupakan PFAK;

d. Jasa penyediaan sarana elektronik untuk memfasilitasi transaksi Aset Kripto (jasa exchange dan dompet elektronik) merupakan JKP dan dikenai mekanisme umum PPN.

e. Jasa mining aset kripto (verifikasi transaksi aset kripto) merupakan JKP yang dipungut PPN dengan besaran tertentu sebesar 10% dari tarif PPN dikali nilai berupa uang atas aset kripto yang diterima penambang (miner).

f. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh:

1) Penjual aset kripto dikenai PPh 22 final dengan tarif 0,1% dari nilai transaksi untuk PFAK; dan 0,2% dari nilai transaksi untuk selain PFAK.

2) Penambang aset kripto dikenai PPh 22 final 0,1% dari nilai transaksi.

3) PPMSE atas penyelenggaraan perdagangan kripto dikenai PPh dengan tarif umum, atas transaksi aset kripto dikenai PPh 22 final 0,1% dari nilai transaksi.

12. PMK Nomor 69/PMK.03/2022 tentang Perlakuan Perpajakan atas Teknologi Finansial.

Pokok pengaturan PMK tersebut adalah sebagai berikut:

a. Prinsip equal treatment PPN antara transaksi digital dan konvensional. Tidak ada Objek Pajak baru dalam digital economy, yang berbeda hanya cara bertransaksi.

b. Uang Elektronik di dalam suatu media merupakan non BKP. Jasa meminjamkan/menempatkan dana oleh kreditur kepada debitur melalui platform peer to peer lending (P2P) merupakan JKP yang dibebaskan PPN. Jasa asuransi melalui platform merupakan JKP yang dibebaskan PPN. Jasa penyediaan platform peer to peer lending (P2P), sarana/sistem pembayaran merupakan JKP.

13. PMK Nomor 70/PMK.03/2022 tentang Kriteria dan/atau Rincian Makanan dan Minuman, Jasa Kesenian dan Hiburan, Jasa Perhotelan, Jasa Penyediaan Tempat Parkir, serta Jasa Boga atau Katering, yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

Pokok pengaturan PMK tersebut adalah sebagai berikut:

a. Bukan Objek PPN, barang meliputi makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya; atau oleh Pengusaha boga atau catering. Bukan Objek PPN, jasa meliputi jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, jasa penyediaan tempat parkir, jasa boga atau katering.

b. Dikenai PPN atas penyerahan makanan dan minuman yang disajikan oleh: pengusaha toko swalayan dan sejenisnya yang tidak semata-mata menjual makanan dan/atau minuman; pengusaha pabrik makanan dan/atau minuman; atau pengusaha penyedia fasilitas yang kegiatan usaha utamanya menyediakan pelayanan jasa menunggu pesawat (lounge) pada bandar udara.

c. Dikenai PPN atas jasa kesenian dan hiburan, yaitu kegiatan pelayanan penyediaan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk permainan golf; dan penyerahan jasa digital berupa film atau audio visual lainnya melalui saluran internet atau jaringan elektronik.

d. Dikenai PPN atas jasa perhotelan, yaitu jasa penyewaan ruangan untuk selain kegiatan acara atau pertemuan di hotel; jasa penyewaan unit dan/atau ruangan, termasuk tambahannya serta fasilitas penunjang terkait lainnya, di apartemen, kondominium, dan sejenisnya didasarkan atas izin usahanya; jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh pengelola jasa perhotelan.

e. Dikenai PPN atas jasa pengelolaan tempat parkir.

14. PMK Nomor 71/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan JKP Tertentu.

Pokok pengaturan PMK tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan JKP tertentu wajib memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dengan besaran tertentu.

b. Lima jenis JKP tertentu yang dipungut PPN dengan besaran tertentu berdasarkan PMK ini yaitu:

1) Jasa pengiriman paket pos, 10% dari tarif PPN dikalikan jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih.

2) Jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata, 10% dari tarif PPN dikali jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih.

3) Jasa pengurusan transportasi (freight forwarding), 10% dari tarif PPN dikali jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih.

4) Jasa pemasaran dengan media voucer, jasa penyelenggaraan layanan transaksi pembayaran terkait dengan distribusi voucer, jasa penyelenggaraan program loyalitas dan penghargaan pelanggan (consumer loyalty/reward program), 10% dari tarif PPN dikali harga jual voucer.

5) Jasa perjalanan ke tempat lain dalam perjalanan ibadah keagamaan, dalam hal tagihannya dirinci antara tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain sebesar 10% dari tarif PPN dikali jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih, dalam hal tidak dirinci besaran tertentunya sebesar 5% dari tarif PPN dikali jumlah keseluruhan yang ditagih atau seharusnya ditagih.

Pemerintah berharap agar masyarakat dapat mendukung pelaksanaan setiap kebijakan dalam UU HPP yang merupakan bagian dari reformasi perpajakan serta dapat melihat setiap kebijakan tersebut sebagai satu kesatuan yang utuh. Hal ini dilakukan demi menciptakan fondasi pajak yang optimal dan berkelanjutan.

Ketentuan selengkapnya dari tiap-tiap PMK dapat dilihat di laman www.pajak.go.id/peraturan. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *