Ditengah Pandemi Covid-19, Seorang Pengrajin Tas Tanggulangin, Sidoarjo Beralih Produksi Masker Kain
SIDOARJO, SURYAKABAR.com – Seiring merebaknya corona virus disease (Covid-19), sejumlah pengrajin tas di Tanggulangin, Sidoarjo beralih produksi masker berbahan kain.
Salah satunya, seorang pengrajin tas dompet dan souvenir kosmetik di Kedensari, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, Hanif Ibnu mengaku harus beralih produksi. Sehingga, usaha yang ditekuni bersama sejumlah karyawannya tetap berjalan, tidak menganggur, dan tetap berpenghasilan.
Menurut Hanif, selama produksi tas dan dompet souvenir sering dipesan secara grosir oleh sebuah perusahaan kosmetik. Namun, karena ada wabah Covid-19, terpaksa berhenti. Sebab, pengusaha kosmetik yang biasanya memesan produknya juga berhenti.
“Sejak itu saya mulai putar otak, agar usaha tetap berjalan. Sehingga, karyawan kami juga tetap berpenghasilan. Meskipun terpaksa masker yang menjadi alternatif. Karyawan mengerjakan dari rumah masing-masing,” kata Hanif Ibnu kepada suryakabar.com, Senin (20/4/2020).
Beruntung, kata bapak dua anak itu, saat dirinya memulai memasarkan produk masker melalui online, langsung dibanjiri pesanan. Awalnya coba menyediakan 1.000 masker. Seiring berjalannya waktu sudah mulai berani menyediakan stok masker.
“Setiap hari kami bisa memproduksi 600 lebih masker kain. Kami biasanya menyediakan stok 800 masker. Sehingga sewaktu-waktu ada yang memesan bisa langsung kami layani. Kami biasanya menjual masker minimal satu kodi, atau berisi 20 masker,” terangnya.
Selama sebulan memproduksi, lanjut dia, sudah 15 ribuan masker laku terjual. Biasanya pemesan mengambil produk masker minimal empat kodi. Melihat pangsa pasar semakin meningkat, sebagai landasannya berani stok produk.
“Memang dibanding saat produksi tas dompet dan souvenir tidak sebanding. Tapi setidaknya kami bersyukur masih bisa berpenghasilan, dan terpenting tetap bisa memberi pekerjaan karyawan kami,” imbuhnya.
Ia mengaku, jika pandemi Covid-19 sudah berakhir, ia memilih tetap memproduksi tas, dompet dan souvenir yang telah ditekuninya selama kurang lebih dua tahun.
“Semoga kondisinya bisa lekas kembali normal, sehingga bisa meninggalkan produk masker yang bahan bakunya sendiri sulit didapat. Seperti, bahan kain putih sudah jarang, dan tali karet yang harga setiap rolnya cenderung naik,” keluhnya. (sty)