Limbah Warung Kopi Disulap Jadi Kerajinan, Begini Hasilnya

SIDOARJO, SURYAKABAR.com – Prihatin dengan limbah yang dihasilkan warung kopi atau giras, seorang ibu rumah tangga menyulap bungkus minuman sachet menjadi kerajinan bernilai ekonomis. Berkat usahanya yang tiada henti, kini hasilnya bisa dinikmati keluarga dan juga sukses memberdayakan ibu-ibu sekitar rumah.

Menjamurnya usaha warung kopi di kampung-kampung tidak diimbangi dengan pengelolaan sampah plastik sachet minuman. Biasanya, plastik-plastik tersebut dibuang atau dibakar begitu saja tanpa memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan sekitarnya.

Adalah Sumarsi (52) ibu rumah tangga warga RT 22 RW 6 Dusun Sungon, Desa Suko, Sidoarjo yang memanfaatkan bungkus sachet minuman menjadi kerajinan daur ulang bernilai ekonomi tinggi.

Sumarsi memanfaatkan banyak jenis sampah plastik dari bekas bungkus kopi berbagai merk. Yang bisa dibuat daur ulang kerajinan tangan seperti tas, tempat tissu, tutup galong air mineral, taplak meja, tas laptop, dompet, dan berbagai jenis tas wanita.

Kegiatan daur ulang yang dia lakukan tujuan pertamanya untuk mengurangi banyaknya sampah plastik yang bertebaran dimana-mana. Selain itu juga untuk meminimalkan jumlah sampah, meningkatkan nilai ekonomi, sekaligus menjadi karya seni yang mampu menghasilkan uang.

“Berawal melihat sampah plastik kemasan kopi dari warkop-warkop yang bertebaran di jalan-jalan. Kemudian mencoba kami lipat-lipat dan kami buat dompet, Alhamdulillah berhasil,” kata Sumarsi.

Setelah berhasil menyulap sampah plastik dari bungkus kopi berbagai merk dibuat dompet, beberapa hari kemudian membuat taplak meja, tempat tissu, tas laptop dan berbagai jenis tas wanita. Proses pembuatan kerajinan ini memerlukan keahlian, ketekunan, dan kesabaran.

“Kami mendapatkan bahan baku tidak ada kendala, yakni dengan cara mendatangi warkop-warkop di pinggir-pinggir jalan. Kemasan kopi berbagai merk tersebut kami beli per tas kresek ukuran besar seharga Rp 5 ribu,” tambah Sumarsi.

Setelah mendapatkan bahan baku kemudian dilipat-lipat sesuai ukuran, kemudian baru dianyam sesuai bentuknya. Meskipun bahan bakunya dari sampah, proses pembuatannya memiliki tingkat kesulitan yang tinggi di antaranya saat pelipatan.

“Setelah bahan baku kami pilah-pilah disesuaikan warna, kemudian dilipat. Selanjutnya disusun dan bisa dibuat beberapa jenis aitem, dan juga sesuai dengan bentuk pemesanan,” ujar Sumarsi.

Hanya saja, hasil karya kerajinan Sumarsi yang cukup unik ini belum mampu dipasarkan di mall-mall dan supermarket, karena keterbatasan dana. Hanya dipasarkan melalui online dan offline. Dia berharap instansi terkait Pemkab Sidoarjo memperhatikan dan membantu hasil kerajinannya ini.

Meski pada awalnya barang-barang yang dihasilkan Sumarsi belum ada yang melirik, tetapi dengan segala usaha dan ketekunannya akhirnya perlahan-lahan karyanya mulai dibeli konsumen. Seiring perjalanan usahanya pesanan dari pembeli mulai berdatangan.

Hasil karya kerajinan seperti tempat tissu dijual dengan harga Rp 25 ribu, tutup galon air mineral Rp 60 ribu, taplak meja Rp 50 ribu hingga Rp 60 ribu, tas laptop Rp 80 ribu hingga Rp 90 ribu dan tas wanita berbagai bentuk dan ukuran dipatok mulai dari Rp 75 ribu hingga Rp 150 ribu.

“Hingga saat ini pembelinya masih dari lokal Jawa Timur. Meskipun begitu, kami mampu membantu tetangga kanan-kiri rumah yang nganggur. Untuk omset bersih per bulan masih minim hanya sekitar Rp 3,5 juta, tapi kami bangga mampu memberikan kesibukan dan rejeki ke emak-emak yang tidak memiliki kesibukan,” jelas Sumarsi. (wob)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *