Catatan Sepak Bola : Dhimam Abror Djuraid
Sholah

abror 1

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

“Jika Tuhanmu cukup baik bagimu, Tuhanmu cukup baik juga bagiku. Jika kau cetak beberapa gol lagi, lalu aku akan menjadi muslim juga”.

Anda yang biasa tinggal di lingkungan santri di Jawa pasti sudah terbiasa mendengar suara-suara “pujian” sebelum shalat di masjid atau di langgar.

Anda yang terbiasa menonton pertandingan sepak bola di stadion maupun di televisi juga terbiasa mendengar lagu-lagu yang dinyanyikan para suporter.

Nah, bait-bait di atas rasanya lebih mirip sebuah pujian menjelang shalat di masjid daripada nyanyian para suporter sepak bola.

Jangan keliru. Bait-bait itu bukan pujian di masjid atau langgar yang biasanya dilantunkan oleh beberapa jamaah yang menunggu sholat. Bait-bait itu adalah “chanting” atau nyanyian suporter sepak bola yang dinyanyikan dengan gegap gempita oleh puluhan ribu suporter sepak bola yang ekstatik.

Puluhan suporter itu adalah para Liverpudlian pendukung klub sepak bola legendaris di Inggris, Liverpool. Mereka menyanyikannya di Stadion Anfield yang dikenal sebagai stadion sepak bola paling angker di dunia.

Tumben, tak biasanya, suporter The Reds, Si Merah, biasanya menyanyikan chanting yang provokatif terhadap lawan-lawannya. Sekarang mereka menyanyikan chanting yang mirip pujian sebelum shalat. Apa yang terjadi?
Yang terjadi adalah munculnya seorang anak muda berusia 25 tahun dari Mesir bernama Muhammad Sholah yang tiba-tiba menjadi idola baru di Stadion Anfield. Sholah—oleh pers Inggris ditulis “Salah” dan nama depannya disingkat menjadi “Mo” saja–seolah turun dari langit dan menjadi pujaan baru penduduk Liverpool yang edan bola.

Sebuah masyarakat sepak bola, football society, seperti Liverpool selalu mempunyai idola pujaan di setiap zamannya. Mereka juga punya legenda-legenda yang tercatat dalam sejarahnya. Liverpool punya sejarah panjang sebagai klub sepak bola paling sukses di Inggris dan Eropa.

Banyak pemain yang menjadi legenda pada eranya. Bill Shankly di masa lalu atau Steven Gerard di masa kini. Mereka menjadi legenda karena karirnya yang panjang di Liverpool dan kontribusinya yang besar bagi klub.

Datanglah Muhammad Sholah. Seolah turun dari langit. Beberapa tahun yang lalu dia bermain di Chelsea, salah satu pesaing Liverpool, dan tak sampai setahun Sholah dibuang. Ia main di AS Roma, dan pelatih Liverpool Jurgen Klopp yang menyukai pemain cepat dan trengginas memboyong Sholah ke Liverpool.

Tak butuh waktu panjang, tak butuh waktu setahun, Sholah seperti menjelma menjadi pemain yang paling ditakuti lawan dan paling dicintai kawan. Ia mencetak gol hampir di setiap pertandingan. Dari 45 kali bertanding Sholah mencetak 43 gol. Ia langsung dinobatkan sebagai pemain terbaik di Inggris.

Liverpool memang belum bisa menjadi juara Inggris tapi bisa menjadi juara Eropa, karena sekarang masuk final Liga Champions melawan Real Madrid, 27 Mei 2018. Real Madrid pasti menyimpan gentar menghadapi Liverpool terutama karena ada Sholah.

Ia telah membuat wajah sepak bola Inggris berubah. Ia membuat fans Liverpool berubah dari beringas menjadi lebih sopan. Liverpool dengan cepat melupakan kepergian Philipo Coutinho yang dibajak Barcelona.

Liverpool sudah lupa pernah punya pemain sehebat Luis Suarez yang juga lari ke Barcelona. Bahkan, legenda Steven Gerrard mengakui dirinya beserta legenda Liverpool lain seperti Michael Owen dan Robbie Fowler seperti cebol karena kemunculan Sholah.

Kalau 27 Mei Liverpool bisa mengalahkan Madrid dan menjadi jawara Eropa tak mustahil Sholah bisa dinobatkan menjadi pemain terbaik di dunia penerima Ballon D’or menyisihkan Messi dan Ronaldo yang menjadi langganan bertahun-tahun.

Memang masih ada yang menyebut Sholah belum selevel Messi dan Ronaldo. Tapi, lihatlah kala ia mencetak dua gol ke gawang AS Roma di leg pertama semifinal Liga Champions. Gol pertama sekelas Ronaldo dan gol kedua sekelas Messi. Apalagi kalau Sholah bisa membawa Mesir berprestasi bagus di Piala Dunia 2018, kesempatan untuk menjadi terbaik di dunia akan terbuka.

Lagi pula dunia sepak bola sudah bosan dengan Messi dan Ronaldo yang sudah mendominasi selama 10.tahun. Keduanya sudah senja dan mulai redup. Perlu ada idola baru, dan Sholah adalah alternatif terbaik.

Sholah sangat saleh. Ia berdoa sebelum pertandingan sambil mengangkat kedua tangan lalu mengusapkan ke wajah. Ia selalu sujud syukur mencium rumput setiap kali mencetak gol. Ia selalu membaca Alquran di setiap kesempatan.

Gambaran Islam di Inggris yang diasosiasikan dengan kekerasan dan terorisme sekarang berubah. Selama ini Inggris menjadi negara Eropa yang paling banyak mengalami serangan teror yang dihubungkan dengan Islam radikal. Inggris menjadi negara Eropa yang warganya paling banyak terlibat gerakan radikal ISIS. Inggris juga menjadi negara Eropa dengan jumlah muslim paling besar.

Kemunculan Sholah mengubah persepsi negatif terhadap Islam. Dia sopan, ramah, sederhana, dan bersih dari alkohol, tato, pesta, dan perempuan yang sudah menjadi budaya sepak bola Eropa.

Inilah diplomasi budaya paling efektif untuk mempertemukan timur dan barat yang selama ini saling salah paham. Inilah jembatan budaya yang efektif menyambungkan Islam dan Nasrani yang selama ini saling curiga.
Sepak bola bukan lagi sekadar industri, tapi sebuah peradaban universal yang bisa menyatukan planet bumi.
Teori benturan peradaban, The Clash of Civilization, yang diproklamasikan Samuel Huntington dua dasawarsa yang lalu akan terjembatani oleh peradaban sepak bola, dan Muhammad Sholah adalah duta peradaban sepak bola yang bisa menyatukan perbedaan itu.

Muhammad Khaldoun Mubarak dan Nasser Al Khelafi, dua pengusaha muslim dari Timur Tengah menggelontorkan ratusan juta dolar untuk membeli Manchester City dan Paris Saint Germain. Keduanya sukses mentransformasi kedua klub itu menjadi kekuatan baru di Eropa yang mengancam dominasi klub-klub lama seperti Barcelona, Real Madrid, Bayern Munich.

Mereka membawa perubahan besar dalam lansakap sepak bola Eropa. Toh, pengaruhnya terhadap diplomasi budaya Islam tidak terlalu banyak terasa, alih-alih mereka dicurigai sebagai perusak pasar sepak bola dunia karena kekuatan gelontoran uang mereka.

Pesepakbola muslim yang berkiprah di Eropa sudah tak terhitung jumlahnya. Mas’ut Ozil di Arsenal, Paul Pogba di Manchester United, Toure bersaudara di Manchester City, Frank Ribery di Bayern, adalah superstar di pentas Eropa.

Sebelumnya juga sudah ada George Weah dari Liberia yang malang-melintang di Eropa mulai dari Paris Saint Germain, AC Milan, ke Chelsea sampai kemudian dinobatkan menjadi pemain sepak bola terbaik sedunia pada 1995.

Mereka semua adalah pelaku diplomasi budaya yang berkontribusi menjadi jembatan peradaban lslam dan Barat-Kristen. Dan, di antara para diplomat budaya itu Muhammad Sholah akan memperoleh tempat spesial karena pengaruhnya yang masif dalam mengubah perspektif negatif publik terhadap Islam. (*)

  • Dhimam Abror Djuraid : Wartawan senior, mantan Ketua PWI Jawa Timur dan mantan Ketua Harian KONI Jawa Timur  

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *